Jakarta|EGINDO.co Pemerintah berkepentingan untuk mengembangkan Bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yang ramah lingkungan dan terbarukan. Bahan bakunya cukup mudah didapatkan di Indonesia dari bahan organik dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, seperti: jagung, tebu, singkong dan lain-lain. ” Proses Fermentasi “.
Pemerhati transportasi Budiyanto mengatakan, Bioetanol masih menyisakan atau menghasilkan emisi gas buang carbon dioksida ( CO2 ) tapi sangat rendah dibandingkan dengan CO2 yang dihasilkan oleh Pertalite. Dalam jangka panjang cukup menjanjikan karena disamping bahan baku yang mudah didapat yang diolah melalui proses fermentasi, hasil dapat menekan emisi gas buang rumah kaca atau dapat menekan polusi udara di Indonesia dan memberikan kontribusi penurunan pemanasan global yang banyak ditakutkan oleh masyarakat dunia.
“Coba dapat kita bayangkan seandainya pemanasan global tidak dapat ditekan atau dikurangi dapat menimbulkan bencana dunia,a”ucapnya.
Ia katakan, Bioetanol sebagai bahan bakar yang terbarukan dapat dikembangkan karena dapat berdampak positif pada banyak aspek kehidupan. Dengan pengembangan bahan bakar nabati seperti Bioetanol dapat menurunkan gas buang rumah kaca, trend penurunan polusi, pengembangan sektor pertanian dan lapangan kerja, dan yang lebih penting dapat memberikan andil yang besar dalam mengurangi pemanasan global.
Ungkapnya, Kedepan bahan bahan bakar Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan hasil pertanian yang mengandung kandungan karbohidrat yang tinggi dapat sebagai pengganti atau memutus ketergantungan dari bahan bakar dari fosil bumi yang tidak dapat terbarukan. Keterlepasan ketergantungan harus disiapkan karena cadangan BBM dari fosil dalam batas waktu tertentu dapat habis atau terproduksi.
“Bahan bakar bioetanol merupakan campuran atau kombinasi antara Pertamax green 92 dicampur dengan kandungan etanol 5 % ( lima persen ),”ujarnya.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto menjelaskan, Dari hasil campuran tersebut menghasilkan bahan bakar kendaraan bermotor dengan kadar atau RON ( Research Octane Number ) yang tinggi yg berdampak pada hasil pembakaran yang bersih dan ramah lingkungan. Penggunaan bahan bakar Bioetanol juga dapat memberikan performa masin dan memberikan akselerasi lebih baik terhadap kendaraan bermotor.
Kedepan diyakinkan Budiyanto, akan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar yang RONnya rendah seperti bensin Pertalite. Harga bahan bakar Bioetanol yang ditetapkan Pemerintah masih cukup tinggi sekitar Rp 14.565 / liter. Perlu ada kajian supaya harga Bioetanol tidak terlalu memberatkan konsumen dengan memberikan subsidi yang memadai.
“Pertalite secara betahap sudah mulai dikurangi dimana dibeberapa SPBU tidak menyediakan atau tidak menjual,”tandasnya.
Apabila kedepan jelas Budiyanto, wacana pertalite dihapus dan akan diganti Bioetanol tentunya akan menjadi pilihan utama pengguna Pertalite yang kemungkinan kedepan akan dihapus. Pemerintah dan masyarakat sama – sama berkepentingan untuk memberikan kemudahan mendapatkan bahan bakar yang ramah lingkungan.
“Ramah lingkungan merupakan kebutuhan yang mendasar kerena dapat berdampak kepada masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia,”tutup Budiyanto. (Sn)