Pemerhati: Pelanggar Tidak Mau Menanda Tangani Surat TilangĀ 

ilustrasi surat tilang
ilustrasi surat tilang

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto menjelaskan, Tilang adalah bukti pelanggaran lalu lintas tertentu. Dengan demikian tidak semua pelanggaran harus ditilang. Sebagai panduan petugas di lapangan bahwa dalam buku tilang sudah dicantumkan jenis pelanggaran yang diperbolehkan untuk ditilang. Demikian pula dalam Standart operating procedur (SOP) penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas bahwa penegakan hukum dapat dilakukan dengan cara represive yusticial/ tilang dan non yusticial / teguran.

“Implementasi di lapangan tentunya tidak akan terlepas dari kewenangan diskresi Kepolisian yang diatur dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 2002 tentang Kepolisian. Melakukan tindakan menurut penilaian sendiri untuk kepentingan umum,”ucapnya.

Lanjutnya, Kewenangan diskresi diatur juga pada pasal 265 ayat ( 3 ) huruf c melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pasal 5 dan pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Baca Juga :  Yen Melemah Lewati Level 145 Per Dolar; Yuan China Jatuh

Ia katakan, Penegakan hukum dengan tilang juga diatur dalam pasal 267 sampai dengan pasal 269 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang serta Perma Nomor 12 Tahun 2016. Pemeriksaan kendaraan bermotor dan penindakan pelanggaran lalu lintas.

Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto menjelaskan, Penjabaran di lapangan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas kewenangan diskresi dapat digunakan sebagai landasan anggota di jalan pada saat mendapatkan pelanggaran secara kasat mata, dapat menilai apakah pelanggaran ini akan ditilang ( Represif yusticial ) atau cukup dengan teguran ( non yusticial ). Blangko tilang berisi 5 ( lima ) lembar dengan warna yang berbeda, antara lain warna merah dan warna biru.

Baca Juga :  Pemerhati: Protokol Kesehatan Penting Untuk Hindari Covid-19

Tilang warna merah diberikan kepada pelanggar yang tidak mau mengakui kesalahan dan ingin hadir di Pengadilan sendiri. Pelanggar yang mendapatkan tilang warna merah dari aspek hukum diperbolehkan tidak menanda tangani surat tilang karena yang bersangkutan tidak mengakui kesalahannya. Pelanggar yang mengakui kesalahannya akan diberikan surat tilang warna biru dan yang bersangkutan biasanya menanda tangani surat tilang. “Pelanggar yang mendapatkan surat tilang warna biru diberi kesempatan untuk menitipkan besaran denda tilang maksimal sesuai dengan jenis pelanggaran,”tandas Budiyanto.

Dijelaskan Budiyanto, Dengan bukti pembayaran atau struk titipan denda di Bank, menurut Budiyanto pelanggar dapat mengambil barang bukti kepada penyidik. Pelanggar dapat diwakilkan atau tidak hadir dalam persidangan. Apabila penetapan putusan denda dari Pengadilan lebih kecil dari denda yang dititipkan di Bank, sisanya dapat diambil di Eksekutor dalam hal ini adalah Kejaksaan. Pelanggar yang mendapatkan surat tilang warna merah hadir sendiri di Pengadilan karena ingin mendapatkan kepastian hukum dan keadilan secara langsung. Yang bersangkutan akan membayar denda tilang setelah ada penetapan putusan dari Pengadilan.

Baca Juga :  APP Legal Conference 2023, Hadapi Pasar Modal Dinamis

Dari uraian tersebut sebut jelas bahwa pelanggar yang mendapatkan tilang warna merah diberikan ruang untuk tidak menanda tangani tilang karena ingin hadir sendiri di Pengadilan untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan secara langsung di Pengadilan. Di Pengadilan yang bersangkutan dapat memberikan keterangan atas kejadian dugaan adanya pelanggaran lalu lintas tersebut dan sekaligus dapat menyampaikan pembelaan secara langsung. “Aturan memberikan ruang kepada pelanggar lalu lintas untuk memilih alternatif pilihan, apakah akan mewakilkan atau datang sendiri ke Pengadilan,”tutup Budiyanto.

@Sadarudin

Bagikan :
Scroll to Top