Pelanggaran Klakson Telolet Perlu Penindakan Tegas

Pemerhati masalah transportasi & hukum AKBP ( P ) Budiyanto,SH.SSOS.MH
Pemerhati masalah transportasi & hukum AKBP ( P ) Budiyanto,SH.SSOS.MH

Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pemerhati masalah transportasi dan hukum, menyoroti fenomena penggunaan klakson telolet pada kendaraan pribadi dan bus. Ia menegaskan bahwa pemasangan klakson tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan Bermotor.

Menurut Budiyanto, aturan mengenai penggunaan klakson telah diatur secara jelas. Pasal 106 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mewajibkan setiap pengemudi kendaraan bermotor untuk mematuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Selain itu, Pasal 48 ayat (3) huruf b menyebutkan bahwa persyaratan laik jalan mencakup batas kebisingan suara. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Pasal 69 mengatur bahwa suara klakson harus berada dalam rentang 83 desibel (dB) hingga 118 dB.

Baca Juga :  AS Tambah 7 Entitas Terkait China Ke Daftar Kontrol Ekspor

Budiyanto menjelaskan bahwa pemasangan klakson telolet pada kendaraan bermotor, baik kendaraan pribadi maupun bus, merupakan pelanggaran hukum. Pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur bahwa pelanggaran pada sepeda motor dapat dikenai pidana kurungan selama satu bulan atau denda maksimal Rp250.000. Sementara itu, pelanggaran pada kendaraan roda empat atau lebih dapat dikenai pidana kurungan hingga dua bulan atau denda maksimal Rp500.000.

Ia mengimbau pihak-pihak yang berwenang, khususnya di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, untuk tegas dalam menegakkan hukum. Selain itu, Budiyanto juga menyarankan dilakukannya program edukasi dan langkah preventif secara berkelanjutan. Menurutnya, pembiaran terhadap pelanggaran seperti ini akan merusak ketertiban dan keselamatan lalu lintas di jalan raya.

Baca Juga :  120 Ribu Dukungan untuk Calon Independen Pilkada Medan 2024

“Penegakan hukum harus dilakukan secara paralel dengan kegiatan edukasi dan pencegahan yang simultan. Jangan sampai ada pembiaran terhadap pelanggaran aturan ini,” ujar Budiyanto. (Sadarudin) 

 

Bagikan :
Scroll to Top