Joki Minta Uang Secara Paksa Merupakan Tindak Pidana, Harus Ditindak

Pemerhati transportasi dan hukum, AKBP (P) Budiyanto SH.SSOS.MH
Pemerhati transportasi dan hukum, AKBP (P) Budiyanto SH.SSOS.MH

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati transportasi dan hukum, Budiyanto, menyoroti tingginya antusiasme masyarakat yang ingin merayakan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025. Fenomena ini menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang melakukan perjalanan mudik.

Persiapan pemerintah mencakup berbagai aspek, mulai dari perencanaan penanganan, penyediaan armada transportasi, hingga pelayanan yang mendukung kenyamanan pemudik. Langkah konkret lainnya meliputi penempatan petugas di jalan, patroli keliling, dan pendirian posko pelayanan.

Namun, Budiyanto mengingatkan bahwa kemacetan tetap menjadi permasalahan klasik yang sulit dihindari, terutama pada periode libur panjang seperti Nataru. Kemacetan ini disebabkan oleh tingginya mobilitas masyarakat yang menggunakan moda transportasi beragam, ditambah dengan kapasitas jalan yang terbatas pada ruas-ruas tertentu. Hal ini sering kali mendorong masyarakat untuk mencari jalan alternatif guna mempercepat perjalanan.

Baca Juga :  BPS: 9,9 juta Gen Z Menganggur, Menaker: Gen Z Sedang Cari Kerja

Sayangnya, tidak semua pengguna jalan memahami rute alternatif dengan baik. Beberapa di antaranya memanfaatkan jasa pemandu jalan atau joki untuk menghindari kebingungan. Meski demikian, praktik ini tidak lepas dari potensi konflik. Salah satu kasus yang mencuat adalah ketika seorang joki meminta imbalan sebesar Rp 850.000 kepada pengguna jasanya, meskipun sebelumnya telah disepakati imbalan sukarela. Ketika pengguna jasa memberikan Rp 150.000, joki tersebut menolak dan memaksa pembayaran yang lebih tinggi, hingga menimbulkan keributan. Berkat kesigapan pihak kepolisian, pelaku akhirnya berhasil diamankan.

Budiyanto menegaskan bahwa tindakan joki atau pemberi jasa yang memaksa pengguna jalan untuk memberikan imbalan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukumannya berupa pidana penjara selama 9 tahun.

Baca Juga :  120 Ribu Dukungan untuk Calon Independen Pilkada Medan 2024

Untuk mengatasi persoalan ini, Budiyanto mendorong pemerintah dan aparat berwenang untuk meningkatkan edukasi masyarakat terkait rute alternatif, memperluas akses informasi, serta mengawasi dan menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Pelayanan transportasi yang optimal dan pengawasan ketat menjadi kunci untuk memastikan keamanan, kenyamanan, dan kelancaran perjalanan selama musim libur. (Sadarudin)

Bagikan :
Scroll to Top