New York, | EGINDO.co – Wall Street jatuh pada penutupan Selasa (Rabu pagi WIB), karena investor terbebani kekhawatiran tentang biaya belanja infrastruktur dan potensi kenaikan pajak untuk membayar stimulus bantuan Presiden Joe Biden sebesar 1,9 triliun dolar AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 308,05 poin atau 0,94 persen, menjadi berakhir di 32.423,15 poin. Indeks S&P 500 berkurang 30,07 poin atau 0,76 persen, menjadi menetap di 3.910,52 poin. Indeks Komposit Nasdaq kehilangan 149,85 poin atau 1,12 persen, menjadi berakhir di 13.227,70 poin.
Delapan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor material merosot 2,1 persen, memimpin kerugian. Sementara itu, sektor utilitas terangkat 1,52 persen, merupakan kelompok dengan kinerja terbaik. Pernyataan Menteri Keuangan Janet Yellen bahwa ekonomi AS tetap dalam krisis dari pandemi saat ia memperjuangkan rencana kenaikan pajak mendatang untuk membayar investasi publik baru membuat investor waspada.
Yellen berbicara pada sidang Komite Jasa Keuangan DPR AS di mana Ketua Federal Reserve Jerome Powell juga berbicara kepada komite tersebut. Pembicaraan tentang rencana infrastruktur pemerintah membuat bingung investor yang khawatir pasar saham diperdagangkan pada valuasi yang tinggi, kata Rick Meckler, mitra di Cherry Lane Investments di New Vernon, New Jersey. “Ada sedikit kekhawatiran untuk menghindari potensi aksi jual yang mungkin akan terjadi,” kata Meckler. “Perasaan apa pun yang mungkin terjadi menyebabkan orang menarik pelatuk dengan cukup cepat atas gerakan-gerakan turun ini.”
Saham telah diperdagangkan mendekati titik impas dalam perdagangan maju-mundur sebelum berbalik turun tajam sekitar 45 menit sebelum penutupan. Powell mengatakan kepada anggota parlemen AS bahwa putaran kenaikan harga pascapandemi yang akan datang tidak akan memicu ledakan inflasi terus-menerus yang merusak. Kekhawatiran tersebut telah memicu kenaikan imbal hasil baru-baru ini dan menyebabkan saham-saham teknologi dijual.
Harga minyak yang merosot lebih dari tiga persen di tengah kekhawatiran bahwa pembatasan pandemi baru dan peluncuran vaksin yang lambat di Eropa akan memperlambat pemulihan permintaan, mendorong sektor energi lebih rendah. Penurunan imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun dari tertinggi 14-bulan minggu lalu telah menurunkan kinerja yang lebih baik di sektor keuangan dan energi tahun ini.
Sebaliknya, saham-saham terkait teknologi yang baru-baru ini turun tajam karena kenaikan suku bunga telah pulih sedikit karena imbal hasil menurun, kata Peter Tuz, presiden Chase Investment Counsel di Charlottesville, Virginia. “Banyak dari saham (teknologi) ini telah mengalami koreksi 10 persen hingga 20 persen dan suku bunga sedikit mundur,” kata Tuz. “Uang tampaknya masuk kembali ke mereka dan keluar dari kelompok yang berkinerja sangat baik selama tiga bulan terakhir, khususnya keuangan dan energi.”
Indeks acuan S&P 500 dan blue-chips Dow telah menguat sekitar 80 persen dari posisi terendah pandemi mereka tahun lalu, sementara Nasdaq yang padat teknologi nilainya telah naik lebih dari dua kali lipat. Saham-saham berkapitalisasi kecil, yang telah berkinerja lebih baik tahun ini, bersama dengan saham keuangan, energi, dan internasional, jatuh 3,5 persen dalam penurunan satu hari terbesar sejak 25 Februari.
Saham GameStop Corp anjlok 6,5 persen menjelang hasil kuartal keempat perusahaan yang akan dirilis Selasa (23/3/2021). Pengecer videogame itu mengumumkan keluarnya chief customer officer-nya sebagai tanda terbaru dari perombakan yang lebih luas menjadi perusahaan e-commerce.
ViacomCBS Inc juga anjlok 9,1 persen setelah perusahaan media tersebut meluncurkan kesepakatan saham senilai tiga miliar dolar AS guna meningkatkan modal untuk investasi di streaming. Saham penyedia penelusuran internet China Baidu Inc yang tercatat di AS melemah 1,7 persen setelah debutnya di Hong Kong, karena investor waspada terhadap kesibukan penggalangan dana di kota itu dan mempertanyakan rencana pengembangan perusahaan.@
ant/TimEGINDO.co