Jakarta | EGINDO.co    -Wacana Pemerintah Prov DKI Jakarta yang ingin memisahkan penumpang perempuan dan laki-laki pada Angkutan umum ” Angkot ” mengundang pendapat pro kontra dari beberapa komponen masyarakat baik dari anggota DPRD, Komnas Perempuan dan masyarakat umum.
Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum Budiyanto mengatakan, wacana ini muncul karena banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi pada angkutan umum baik pelecehan seksual phisik maupun non phisik. Menurut hemat saya bahwa rencana pemisahan penumpang perempuan dan laki-laki pada angkutan umum jenis ” Angkot “hanya sebagai sulusi alternatif yang belum tentu efektif. Sebenarnya yang lebih penting bagaimana melakukan pengawasan secara maksimal, dan mendorong para korban pelecehan untuk berani melapor kepada pihak yang berwajib.
Ia katakan, hasil survey dari Koalisi ruang publik aman ( KRPA ) yang di publish tahun 2020, satu dari dua perempuan mengalami pelecehan seksual saat menggunakan angkutan umum. Kondisi ini tentunya cukup memprihatinkan sehingga perlu mendapatkan perhatian secara serius dari seluruh komponen masyarakat. Harus diawali dari keberanian korban pelecehan untuk melapor ke pihak yang berwajib dengan pendampingan dari pihak yang berkompeten.
“Pengetatan pengawasan secara langsung maupun tidak langsung ( petugas keamanan dan sarana pemantau CCTV ), penegakan hukum secara tegas dan konsisten dengan regulasi yang ada baik dengan Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual maupun dalam KUHP,”tegasnya.
Dikatakan Budiyanto sanksi dalam Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebenarnya cukup berat, misalnya yang diatur dalam pasal 6, pelecehan seksual secara phisik dapat dipidana 12 ( dua belas tahun ) penjara atau denda paling banyak Rp 300 juta. Dalam Undang – Undang ini juga mengatur tentang pelecehan seksual non phisik, dengan ancaman 9 ( sembilan ) bulan Penjara.
“Wacana pemisahan penumpang angkutan umum ” Angkot ” perempuan dengan laki-laki sebagai alternatif solusi, mungkin yang lebih penting bagaimana mendorong korban pelecehan untuk melapor kepada pihak berwajib dengan pendampingan, pengawasan langsung dan tidak langsung (penempatan petugas Pengamanan dan pemasangan CCTV ) dan melakukan penegakan hukum dengan tegas dan konsisten untuk membangun efek jera,”tutup Budiyanto.
@Sadarudin