Jakarta|EGINDO.co AKBP (P) Budiyanto, SH.SOS.MH, mantan Kepala Sub Direktorat Pembinaan Penegakan Hukum Polda Metro Jaya yang kini aktif sebagai pemerhati masalah transportasi dan hukum, memberikan tanggapan mengenai tren istilah “No Viral No Justice” yang akhir-akhir ini berkembang di masyarakat. Ia menegaskan pentingnya sikap berpikir positif dan bijak dalam menanggapi fenomena ini demi kebaikan bersama.
Menurut Budiyanto, setiap pihak tidak boleh apriori terhadap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat. Justru, masyarakat yang memviralkan kasus pelanggaran lalu lintas maupun kecelakaan lalu lintas, menunjukkan bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial agar kejadian tersebut mendapatkan perhatian yang serius dari pihak berwajib. “Apa yang mereka lakukan adalah sebagai bentuk partisipasi aktif dalam menangani kasus pidana, termasuk pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas, yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari aparat Kepolisian,” ujarnya.
Namun, Budiyanto juga menekankan bahwa apa yang diviralkan harus mengandung kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini penting untuk menjaga agar informasi yang tersebar tetap akurat dan tidak menyesatkan. “Yang terpenting adalah substansi dari informasi yang diviralkan, apakah mengandung kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Budiyanto menilai bahwa banyaknya kasus menonjol, terutama yang berkaitan dengan lalu lintas, seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi polisi lalu lintas (Polantas) untuk meningkatkan profesionalisme mereka dalam bidangnya. “Polantas harus mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, serta meningkatkan kinerja mereka dalam menangani setiap kasus secara efisien dan profesional,” tambahnya.
Budiyanto juga mengingatkan bahwa komunikasi antara masyarakat dan petugas kepolisian perlu diperbaiki. Ia menyarankan agar lebih banyak akses dan kemudahan diberikan kepada masyarakat untuk melaporkan peristiwa yang perlu ditindaklanjuti. “Jangan sampai masyarakat merasa bahwa saluran komunikasi dengan petugas terhambat, yang kemudian memaksa mereka untuk mencari jalan pintas dengan memviralkan kejadian-kejadian menonjol di jalan,” tandasnya.
Sebagai penutup, Budiyanto mengingatkan bahwa apa pun bentuk partisipasi masyarakat dalam menyampaikan informasi atau kejadian yang terjadi merupakan hak mereka yang diatur dalam Pasal 256 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Partisipasi masyarakat dalam melaporkan pelanggaran atau kejadian di jalan raya merupakan bentuk kontribusi yang positif untuk menciptakan lalu lintas yang lebih aman dan tertib,” ujar Budiyanto.
Dengan demikian, segala bentuk upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam memperjuangkan keadilan dan keamanan berlalu lintas harus dipandang sebagai kontribusi yang berharga, asalkan disertai dengan tanggung jawab dan kebenaran informasi. (Sadatudin)