Jakarta | EGINDO.co -Kejadian viral pelanggar marah – marah saat ditilang Polisi menjadi pemandangan yang ironis dan menjadi renungan dan instropeksi kita bersama.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto menjelaskan, hal ini bisa terjadi karena sumbernya dari dua arah, baik dari petugas maupun pelanggar. Kesalahan dari petugas kemungkinan adanya dugaan kesalahan teknis petugas saat melakukan penegakan hukum atau dari dari pelanggar itu sendiri yang menampilkan sifat- sifat arogansi. Situasi dan kondisi seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila penegakan hukum dilaksanakan secara profesional dan proporsional dan pelanggar menyadari akan kesalahannya. Atau Masing – masing diharapkan paham akan hak dan kewajibannya secara proporsional.
“Saya akan mengupas dari prespektif hukum mengenai kewenangan petugas sesuai dengan Undang – Undang dan hak serta kewajiban para pengguna jalan atau bagi para pelanggar yang tertangkap tangan, adanya laporan dan pelanggar yang tertangkap oleh Camera CCTV (Closed Circuit Television)”ungkap mantan Kasubdit Bin Gakkum Budiyanto dalam pasal 265 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, Untuk melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 1 ), petugas Kepolisian berwenang untuk:
a.Menghentikan kendaraan.
b.Meminta keterangann kepada Pengemudi, dan/ atau
c.Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Pasal 104 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, Pengguna jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 106 ayat ( 5 ) pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukan:
a.STNK atau STCK.
b.SIM.
c.Bukti lulus uji ; dan seterusnya atau
d.Tadsa bukti lain yang syah.
Dikatakan Budiyanto berbicara masalah hak pengguna jalan, setiap pengguna jalan berhak untuk menggunakan fasilitas jalan sesuai dengan peruntukannya. Secara gamblang dan jelas bahwa kewenangan petugas, hak dan kewajiban pengguna jalan dari prespektif hukum sudah diatur dengan jelas. Kemudian dalam implementasinya di lapangan atau di jalan, bagaimana petugas secara teknis melaksanakan penegakan hukum dengan benar dan pengguna jalan menjalankan hak dan kewajiban dengan seimbang.

“Apabila ada hal – hal secara teknis dari petugas tidak sesuai ketentuan tidak perlu direspon dengan marah – marah tapi, ada ruang untuk melakukan upaya hukum, misal: Pra Peradilan,”ujarnya.
Tindakan marah – marah adalah tindakan kontra produktif yang dapat merugikan semua pihak atau bahkan dapat berkonsekuensi terhadap pelanggaran hukum baru. “Bagi petugas adanya kejadian seperti contoh tersebut menjadi bahan instropeksi dan renungan evaluasi untuk perbaikan agar kedepan penegakan hukum lebih baik dan profesional,”tutup Budiyanto.
@Sn