Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pengamat transportasi dan hukum, mengungkapkan kekesalannya terhadap situasi di mana petugas kepolisian lalu lintas memerintahkan pengendara untuk terus melaju atau berhenti, meskipun isyarat lampu lalu lintas telah menunjukkan sebaliknya.
Menurutnya, hal ini sering kali menimbulkan kebingungan dan ketidakpuasan di kalangan pengguna jalan.
“Sering terjadi, ketika petugas memerintahkan arus lalu lintas untuk terus berjalan meskipun lampu lalu lintas sudah menyala merah, atau sebaliknya, menyebabkan pengendara merasa kesal karena harus menunggu lama,” ujarnya.
“Banyak pengendara yang akhirnya mengungkapkan kekesalan mereka dengan mengomel dan membunyikan klakson secara berlebihan, yang menambah kekacauan di jalan raya.”
Budiyanto menjelaskan bahwa dalam kondisi tertentu, untuk menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas, petugas kepolisian berwenang untuk mengatur arus lalu lintas secara manual, meskipun perintah tersebut bertentangan dengan isyarat lampu lalu lintas.
“Dalam keadaan tertentu, perintah dari petugas lebih diutamakan dibandingkan dengan perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL), rambu-rambu, atau marka jalan,”jelasnya, mengacu pada Pasal 104 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Lebih lanjut, Budiyanto menegaskan bahwa pengguna jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas kepolisian.
“Ketidakpatuhan terhadap perintah petugas merupakan pelanggaran lalu lintas, sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 282 UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, dengan ancaman pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,” tandasnya.
Menurut Budiyanto, keadaan tertentu yang dimaksud adalah kondisi lalu lintas yang tidak berjalan normal atau adanya gangguan pada fasilitas lalu lintas, sehingga petugas harus mengambil alih pengaturan lalu lintas demi keselamatan dan kelancaran di jalan raya. (Sn)