Tragedi Perjalanan Mudik Yang Mengerikan

Hoesni El-Ibrahimy
Hoesni El-Ibrahimy

Oleh: Hoesni El-Ibrahimy

 Libur panjang menjelang Idul Fitri 1443 H/2022 M menjadi langkah indah setiap orang yang bekerja ingin mudik berjumpa keluarga. Aku, bagian dari menyambut kebahagiaan tersebut. Ibarat umat Islam merasakan “Fariha”, kebahagiaan menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pada hari Kamis (28/4/2022) pukul 14.30 WIB, dari Sabang tempat tugasku, Aku menyeberang ke Banda Aceh menggunakan kapal cepat Express Bahari 5F.

Gelombang laut saat itu mulai menampakkan keperkasaanya. Perlahan musim Barat mulai terasa. Tujuanku Kota Medan. Berjumpa keluarga.Terima  kasih Pemerintah sudah memberikan ijin libur panjang terhitung tanggal 29 April 2022 sampai dengan 6 Mei 2022,  sudah dua tahun mudik  terhenti akibat merajalelanya virus Covid-19.

Perjalananku masih panjang. Untuk ke Medan biasanya Aku naik bus Jasa Rahayu Gumpeung (JRG) atau Simpati Star. Kali ini karena tidak ada tiket alias kehabisan tiket maka mobil Hiace menjadi kepanjangan langkah harapan.

Sang supir Hiace adalah temanku, driver tangguh. Orangnya berperawakan kecil dan tak terlalu tinggi, namun lihai dalam membawa mobilnya. Profesi sebagai supir sudah lama digeluti. Jalur Banda Aceh – Medan, atau sebaliknya menjadi wilayah kerjanya.

Beram jalan yang berbahaya

Setelah menjemputku bersama dengan rekan lainnya, selanjutnya satu persatu penumpang lain dijemput. Mobil Hiace melayani penumpang dengan menjemput dan mengantar  hingga sampai tujuan. Yang utama adalah bertanggungjawab untuk keselamata  penumpang.

Sekitar pukul 21.30 WIB, dari loket Luengbata kami berangkat. Jumlah penumpang 12 orang selain supir. Terdapat 9 orang dewasa, 2 remaja dan 1 balita. Jika dijumlahkan dengan supir sebanyak 13 orang. Berangkat diawali do’a mohon keselamatan agar Allah SWT curahkan.

*

Mobil melaju kencang. Malam mulai menggigit. Satu persatu penumpang terlelap tidur. Aku masih memainkan handphone (HP) membaca berita dan selingan membuka Facebook (FB). Tak berselang lama rasa kantukku menutup malam. Kurebahkan tubuh penuh keikhlasan.

Beberapa menit kemudian mobil berhenti dan penumpang terbangun. Kami berhenti di Saree. Sebuah kampung yang terletak di kaki gunung Seulawah. Ada yang turun menuju toilet dan juga membeli oleh-oleh keripik yang terhidang banyak di kedai sisi jalan. Melihat jajanan keripik menginggatkanku tatkala bertugas di Lanal Lhokseumawe dan pada saat ijin pulang ke Medan mampir di keripik cinta Mas Hendro di Stabat. Keripik yang enak dan renyah serta pantas untuk oleh-oleh dibawa pulang.

Baca Juga :  Penyimpanan Minyak Saudi Aramco Kebakaran Diserang Houthi
Pecah ban

Tidak lama kami berhenti dan lanjut perjalanan. Sambung tidur lagi sambil membunuh bosan duduk berjam-jam dalam perut besi berjalan. Sekali waktu terjaga memperbaiki indera tubuh yang terasa pegal dan melihat lokasi yang sudah dilalui.

Bangun dan tidur menjadi hiburan dalam perjalanan jauh serta membaca pesan masuk di HP. Malam semakin meninggi namun situasi jalanan sangat ramai yang dihiasi kendaraan umum dan pribadi yang membawa masyarakat dan keluarga mudik. Kerlap kerlip lampu mobil menyoroti aspal. Kedai nasi dan kopi beberapa masih hidup melayani pembeli.

Aku tertidur lagi. Mobil Hiace yang membawaku beserta yang lainnya melaju sangat kencang. Semakin malam jalanan bertambah ramai. Tampak mobil saling mengejar. Saling menyalip layaknya MotoGP yang bertarung dan menghibur masyarakat di Mandalika beberapa hari yang lalu. Kejar waktu tapi jangan sampai kejar maut. Saling menyalip dan membuat jantung berdegup kencang.

Malang benar nasib kami malam itu. Suatu kejadian mengerikan menjadi bagian hidup yang tidak terlupakan. Sekira pukul 01.00 WIB, mobil terguncang hebat dan berjalan di luar jalur normal dan akhirnya berhenti diseberang kanan jalan.

Kejadian ini serempak membangunkan seluruh penumpang yang terlelap tidur dalam mimpi indah. Aku pun ikut terbangun dari tidur saat merasakan ada yang tidak beres dengan mobil tersebut.

“Ada kejadian apa Gha”, tanyaku singkat. Posisiku masih belum turun dari mobil. Tubuh belum sempurna sadar.

“Kena bereng-bereng aspal jalan yang sompel Pak”, jawabnya seakan kesal dengan hal ini. Bukan kesal sama penumpang namun menyayangkan ada aspal yang rusak dibagian bahu jalan tak diperbaiki.

Aku dan beberapa penumpang turun dan melihat kondisi mobil. Innalillahi, kedua ban mobil sebelah kanan yaitu depan dan belakang bocor total. Kempis tidak bernyawa. Habis angin dan hanya sekedar melekat bannya di velg.

Baca Juga :  Dolar AS Sedikit Melemah Akibat Penurunan Inflasi

Aku semakin penasaran mengapa bisa begini kejadiannya? Mengapa dua ban mobil meletus secara bersamaan? Pastilah ada sesuatu hal serius sebab musababnya.

Dengan penuh penasaran Aku bertanya untuk kedua kali. “Bagaimana bisa begini Gha”, tanyaku serius.

“Saya menyalip mobil L-300. Rupanya posisi mobil agak melebar dan ban mobil mengenai aspal kanan jalan yang rusak atau keropos aspalnya. Aspal yang rusak kelihatan tajam dan berlobang,”jawabnya kesal dengan kondisi jalan.

Ngeri sekali kejadiannya sampai hancur bannya. Lebih ngeri lagi mobil terseret sekitar 60 meter dari lokasi kejadian saat ban pecah. Berlari diatas kerikil jalan.

Alhamdulillah, sang supir masih tenang dan mampu mengikuti ritme mobil berjalan hingga meluncur ke bahu kanan jalan sampai berhenti. Untungnya tidak ada mobil lain yang melaju dari arah depan, jika ada padamlah semua kami. Tabrakan tidak terhindar dan tubuh berserak di jalan serta terimpit mobil. Tewas beberapa atau bisa jadi semua penumpang plus supir. Allah SWT masih sayang dan asbab do’a yang tekun musibah dapat terhindar atas kehendak-Nya. Selamatlah semuanya.

“Lain kali hati-hati Gha, jangan kebut-kebutan dan menyalip tanpa perhitungan,” jelasku agak sedikit kesal. “Ya pak”, jawabnya singkat.

Aku masih melihat diraut wajah supir tampak kusut dan seakan tak percaya atas kejadian yang baru dialaminya.

*

Rasa penasaran masih memuncak. Aku berjalan sekitar 60 meter ingin mengetahui aspal yang berlobang alias bereng-bereng yang dikatakan supir. Waduh, kondisi aspalnya sangat berbahaya bagi setiap pelintas jalan. Benar, aspalnya habis dan terkikis keropos. Jadilah lubang dan terbentuk sisi tajam. Perkiraan 15 atau 20 cm dalamnya. Memang sangat berbahaya. Maut di depan mata.

Waktu menunjukkan pukul 01.30 WIB. Kejadian mobil yang Aku tumpangi di Desa Meunasah Pulo Kecamatan Peudada Kab. Bireun. Untungnya sekitar 60 meter dari tempat kejadian ada tempel ban yang masih buka. Tempel ban Bang Jamal bertahan sejenak membantu musibah kami. Sejatinya sudah tutup. Ban serap bekas dibeli untuk bisa berjalan dan membongkar velg ban. Ban serap satunya digunakan.

Baca Juga :  Malam ini, Nias Barat Dilanda Gempa Bumi

Sambil menunggu selesai pekerjaan Aku duduk menyeruput kopi bergabung dengan anak muda yang asyik main game di HP. Berbincang-bincang akrab. Rupanya mereka tidak heran dengan kejadian ini. Karena sudah beberapa kasus yang terjadi. Bahkan ada mereka sebutkan bahwa di depannya ada yang disebut Simpang Maut. Beberapa supir yang lalai dan tidak hati-hati membawa mobil bisa menerobos masuk ke rumah warga. Kecelakaan sering terjadi.

“Hana maut nyan Bang,” jelas salah seorang pemuda.

Hana maut diartikan kematian belum datang menjemput. Takdir belum jatuh tempo. Dalam catatan Tuhan yang diawaki oleh Malaikat Izrail bahwa kami semua bukan malam itu harus kembali kehadirat-Nya. Jadwalnya dilain tempat dan akan pasti datang.

“Hayeu that (Bahasa Aceh: hebat sekali) supirnya mampu mengendalikan stir mobil,” celutuk salah seorang remaja yang asyik minum kopi.

“Kalau tidak mahir dan tenang sang supir maka fatal bisa terjadi,” jelasnya.

“Kami terkejut mendengar dua kali letusan besar,” tambah salah seorang warga lainnya. Dalam hati berulang kali rasa syukur Aku panjatkan atas pertolongan-Nya.

Perbaikan ban mobil selesai,  sekitar pukul 02.00 kami melanjutkan perjalanan ke Medan dengan penuh kehati-hatian. Pastilah akan telat tiba ditujuan. Tidak sesuai jadwal. Alhamdulillah, walau telat dengan bercampur kisah mengerikan akhirnya, Jum’ at (29/4/2022) sekitar pukul 11.15 WIB mobil masuk kota Medan. Jalur tol Helvetia tempat kami minta turun dan lanjut naik angkot hingga tiba di rumah sekitar pukul 12.15 WIB.

Mudik tahun ini telah menghadirkan kisah hikmah dan pelajaran bermakna yaitu setiap pergi kemana saja baik berkendaraan darat, laut dan udara jangan lupa berdo’a.

Do’a adalah senjata orang mukmin. Yakinlah, dengan berdo’a  musibah akan Allah jauhkan. Terbukti tragedi maut ini tidak menjadi kisah tangisan orang tua, keluarga dan handaitolan.

Hati-hati di jalan dan selamat mudik berjumpa orang yang dicintai. Rangkailah kebahagian yang pernah lama tertunda. Covid-19 belum usai, jangan lupa protokol kesehatan agar tetap sehat dalam rangka menyempurnakan kebahagian bersama keluarga.@

***

 

Bagikan :
Scroll to Top