Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pemerhati transportasi dan hukum, menyampaikan bahwa pelanggaran lalu lintas di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi, setiap kejadian kecelakaan lalu lintas hampir selalu diawali oleh pelanggaran lalu lintas. Meskipun masyarakat sadar akan adanya sanksi denda bagi pelanggaran, banyak yang masih mampu membayar denda tersebut, sehingga sanksi pidana berupa denda belum memberikan efek jera yang signifikan. Hal ini tercermin dari tingginya angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
Budiyanto menilai bahwa rencana penerapan Traffic Attitude Record (TAR) akan cukup efektif, terutama karena sistem TAR ini akan diintegrasikan dengan Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE). Sistem TAR akan mencatat dan mendata setiap pelanggaran lalu lintas dengan memberikan poin tertentu berdasarkan jenis pelanggaran dan kecelakaan. Besaran poin ini akan ditentukan oleh beratnya pelanggaran, dengan nilai 1, 3, dan 5 untuk pelanggaran, serta 5, 10, dan 12 bagi pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.
Poin-poin tersebut akan diakumulasikan menjadi penalti. Jika seorang pengemudi mencapai akumulasi 12 poin, Surat Izin Mengemudi (SIM) mereka akan dicabut sementara sambil menunggu putusan dari pengadilan. Pengemudi yang SIM-nya dicabut diwajibkan mengikuti pelatihan dan ujian ulang untuk mengajukan permohonan SIM kembali. Jika akumulasi poin mencapai 18, penyidik akan mengajukan kasus tersebut ke pengadilan untuk mencabut SIM seumur hidup atau sesuai dengan rentang waktu yang ditetapkan oleh pengadilan.
Budiyanto juga menekankan pentingnya persiapan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan sistem ini. Pelatihan dan sosialisasi bagi petugas sangat diperlukan karena mereka akan mengoperasikan alat berbasis teknologi, termasuk aplikasi TAR yang terintegrasi dengan E-TLE. Sistem ini bekerja secara otomatis, mampu mendeteksi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) sekaligus melakukan pengenalan wajah (face recognition).
Dengan demikian, Budiyanto meyakini bahwa penerapan TAR yang terintegrasi dengan E-TLE akan sangat efektif. Semua pelanggaran akan tercatat dan terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat diketahui apakah seorang pengemudi telah mencapai penalti pertama atau kedua. Sistem ini diharapkan mampu menciptakan efek jera yang signifikan, karena pengemudi akan merasa diawasi dan takut SIM mereka dicabut, baik secara permanen maupun dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan putusan pengadilan. Bagi pengemudi yang terkena sanksi ini, mereka diwajibkan mengikuti pelatihan dan mengajukan permohonan ulang untuk mendapatkan SIM kembali. (Sn)