Jakarta, EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, menyatakan pentingnya penerapan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 dalam upaya meningkatkan keselamatan lalu lintas serta memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Undang-undang tersebut mengatur tata cara berlalu lintas yang benar dan ketentuan pidana bagi pelanggar.
Budiyanto menjelaskan bahwa pasal-pasal dalam undang-undang tersebut mengharuskan setiap pengemudi kendaraan bermotor untuk mengemudikan kendaraannya dengan penuh konsentrasi dan kewaspadaan. Kewajiban ini mencakup larangan mengemudikan kendaraan dalam keadaan terpengaruh oleh berbagai faktor, seperti penyakit, kelelahan, gangguan dari perangkat elektronik, serta konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang.
“Salah satu bentuk pelanggaran serius adalah mengemudikan kendaraan dalam keadaan terpengaruh narkoba,” tegas Budiyanto.
Menurut Budiyanto, Pasal 283 UU No. 22 Tahun 2009 mengatur bahwa pengemudi yang terbukti positif menggunakan narkoba dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp750.000. Konsumsi narkoba yang mengakibatkan penurunan kemampuan dan konsentrasi dapat memengaruhi kemampuan mengendalikan kendaraan, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.
Budiyanto menambahkan, dalam kasus yang lebih serius, seperti ketika seorang pengemudi yang diduga positif narkoba terlibat dalam kecelakaan yang menyebabkan kematian, hukuman yang lebih berat dapat dikenakan. Pasal 311 ayat (5) UU No. 22 Tahun 2009 mengatur bahwa pelanggar dapat dikenakan hukuman penjara hingga dua belas tahun atau denda maksimal Rp24.000.000. Penilaian terhadap adanya unsur kesengajaan dalam kasus tersebut memerlukan pemeriksaan menyeluruh yang mencakup keterangan dari saksi, hasil laboratorium, serta visum korban.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto, SH, S.SOS, MH menjelaskan bahwa unsur kesengajaan dalam kecelakaan lalu lintas dapat dikategorikan dalam tiga teori: sengaja dengan maksud, sengaja dengan kemungkinan terjadinya, dan sengaja yang pasti akan terjadi. Dalam hal ini, pengemudi yang menyadari bahaya dari mengemudikan kendaraan di bawah pengaruh narkoba dan tetap melakukannya dapat dianggap sebagai tindakan yang mengandung unsur kesengajaan.
Namun, apabila unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan, maka pelanggar akan dikenakan Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009. Pasal ini menetapkan hukuman penjara hingga enam tahun atau denda maksimal Rp12.000.000. Jika dalam proses penyelidikan ditemukan barang bukti yang menunjukkan penyalahgunaan narkoba, pengemudi dapat dikenakan pasal terkait kecelakaan serta pasal mengenai penyalahgunaan narkoba.
Budiyanto mengungkapkan bahwa penegakan hukum dalam kasus-kasus seperti ini tidak hanya bertujuan untuk menegakkan keadilan, tetapi juga untuk mencegah terjadinya kecelakaan serupa di masa depan dan melindungi keselamatan publik di jalan raya.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum lalu lintas ditindak dengan tegas sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Budiyanto. (Sn)