Medan | EGINDO.com – Walau tidak mendapat perhatian serius dari Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Bupati Samosir Vandiko T Gultom, peringatan Hari Ulos 17 Oktober 2025 tahun ini tetap akan dirayakan. Tempatnya dipusatkan di Titik Nol Peradaban Batak, persisnya di Limbong, Sianjurmula-mula, Samosir, Sumatera Utara (Sumut).
Ketua Yayasan Pusuk Buhit Efendy Naibaho bersama Marihot Simbolon, sekeretaris Panitia Hari Ulos 2025 dalam siaran persnya yang diterima EGINDO.com mengatakan peringatannya sangat sederhana selain tidak mendapat dukungan dari gubernur dan bupati.
Dijelaskan bahwa di Tanah Batak, khususnya Samosir, Hari Ulos pernah diperingati di Perkampungan Si Raja Batak dengan rute keliling Pusuk Buhit, pernah juga dilepas dari Jembatan Tano Ponggol seterusnya keliling Tanah Batak dengan finish Jakarta untuk mengelilingi Monas dan lainnya peringatan di Medan, Balige, Siborong-borong, Siantar dan lainnya.
Di Limbong, Sianjurmula-mula, di Titik Nol Habatahon, Titik Nol Peradaban Batak, di areal yang dibangun atas prakarsa PPLMI (Punguan Pomparan Limbong Mulana Indonesia) oleh Ketua Umum Brigjend Purn DR Benhard Limbong SH, MH, dengan perkiraan biaya 3 miliar. Tokoh masyarakat di sana, Saut Limbong menyebutkan alur fikir bahwa Sianjurmula-mula, Sianjurmula Tompa, asal muasal Bangso Batak. Untuk itulah dibangun Simbol Titik Nol Peradaban atau Awal Kehidupan Orang Batak. Di atas areal 600 m2.
Efendy Naibaho bersama Marihot Simbolon, berharap Bernard Limbong bermurah hati ambil bagian penuh pada Peringatan Hari Ulos 2025 tahun ini. Setidaknya berkenan menjadi ketua umum panitianya.
Sementara itu dilansir dari laman resmi KWRIU Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, ulos merupakan salah satu karya Batak di peradaban tertua Asia yang sudah ada sejak 4.000 tahun lalu. Bahkan, ulos telah ada sejak bangsa Eropa mengenal tekstil. Sampai saat ini, ulos juga selalu digunakan orang Batak dalam upacara adat, pernikahan hingga kematian. Uniknya, bagi masyarakat Batak di kawasan Danau Toba, ulos dijadikan simbol adat yang mengandung nilai sakral dan tradisinya masih dijaga hingga kini.
Menurut sejarahnya, ulos secara harifiah artinya selimut. Sesuai dengan nenek moyang suku Batak yang dulunya adalah orang gunung. Sehingga mereka memerlukan ulos sebagai penghangat tubuh yang nyaman dan mudah digunakan.
Terdapat pula tiga simbol yang diyakini nenek moyang orang Batak yang mengandung makna kehidupan seorang manusia, yakni darah, nafas dan kehangatan. Sehingga kehangatan termasuk salah satunya. Maka asal kehangatan pada simbol tersebut adalah Matahari, Api dan Ulos. Diantara pilihan tersebut, ulos menjadi pilihan penghangat yang paling praktis karena bisa dipakai dimanapun dan kapanpun.
Ulos memiliki nilai budaya yang tinggi di tengah masyarakat Batak, terbukti dari ulos yang selalu hadir di kegiatan adat Batak seperti upacara pernikahan, kelahiran, dan dukacita. Bahkan muncul istilah dalam penggunaan ulos yakni mangulosi. Tradisi mangulosi adalah kegiatan adat Batak, dimana terjadi proses mengalungkan kain ulos ke pundak orang lain. Menurut sejarahnya, mangulosi mengandung makna yang memberi perlindungan dari segala gangguan. Terdapat berbagai macam jenis Ulos Batak yang dipakai dengan makna dan penggunaannya yang berbeda dalam kegiatan adat, seperti dilansir dari laman resmi Universitas Stekom.
- Ulos Antakantak. Ulos Antakantak adalah ulos berbentuk selendang yang dipakai saat melayat orang yang meninggal. Biasanya ulos tersebut dipakai orang tua yang dipakai saat acara manortor atau menari.
- Ulos Bintang Maratur. Ulos Bintang Maratur adalah ulos yang sering digunakan atau diberikan dalam acara kegiatan Batak Toba. Seperti diberikan kepada anak yang punya rumah baru, sehingga memiliki makna penghargaan atau prestasi karena masuk rumah baru.
- Ulos Bolean. Ulos Bolean adalah ulos yang dipakai sebagai selendang sebagai pelengkap baju adat. Biasanya, ulos ini digunakan pada saat acara acara berduka akan kematian atau musibah yang melanda.
- Ulos Mangiring. Ulos Mangiring adalah ulos yang biasanya diberikan kepada anak cucu yang baru lahir, terutama anak pertama. Dipakai sebagai simbol harapan agar anak yang yang baru lahir diberkahi kelahiran anak selanjutnya.
- Ulos Pinuncaan. Ulos pinuncaan adalah ulos yang ditenun menjadi lima bagian dan disatukan kembali dengan rapi hingga membentuk ulos. Ulos ini biasanya menjadi Ulos Passamot yang dipakaikan orang tua pengantin wanita ke orang tua pengantin pria saat perkawinan atau upacara adat.
- Ulos Ragi Hotang. Ulos Ragi Hotang atau biasa disebut sebagai Ulos Hela/ mandar Hela karena sering diberikan kepada sepasang pengantin yang melakukan pesta adat. Pemberian ulos Hela (Menantu) artinya orang tua perempuan sudah setuju putrinya menjadi istri sah sang mempelai pria.
- Ulos Sibolang Rasta Pamontari. Ulos Sibolang adalah ulos yang dipakai saat berduka cita, sehingga biasanya dipakai sebagai Ulos Saput (orang yang meninggal namun belum punya cucu). Menjadikan ulos ini simbol turut berduka cita dari keluarga dekat yang meninggal.
- Ulos Si Bunga Umbasang dan Ulos Simpar. Jenis ulos yang ini adalah ulos yang biasanya dipakai para ibu-ibu saat mengikut kegiatan adat yang kehadirannya biasanya disebut Panoropi. Panoropi adalah orang yang hanya hadir dalam rangka meramaikan atau undangan biasa.
- Ulos Suri-suri Ganjang. Ulos Suri-suri ganjang adalah ulos yang dipakai sebagai selendang saat margondang/manortor yang digunakan orang tua pihak istri saat pernikahan. Dengan makna memberikan berkat kepada borunya (anak perempuan), sehingga sering disebut Ulos gabegabe (berkat).
- Ulos Simarinjam Sisi. Ulos Simarinjam sisi adalah Ulos yang disandang bersamaan dengan Ulos Pinunca dalam perlengkapan adat batak sebagai Panjoloani (Pendahulu di depan). Jadinya yang memakai ulos ini selalu menjadi orang yang di depan saat acara adat.
Pada mulanya, ulos digunakan dalam bentuk selendang atau sarung saja dalam acara resmi atau upacara adat Batak. Namun kini motif ulos sering kita jumpai dalam bentuk produk souvenir seperti pada sarung bantal, ikat pinggang, pakaian, tas, dasi, dompet dan ikat kepala.
Dalam perkembangannya, ulos juga tidak diberikan pada Suku Batak saja, namun bisa kepada orang non-Batak. Karena bisa digunakan sebagai makna jimat (tondi) atau berkat yang dipercaya bisa melindungi pengguna dari hal-hal jahat.@
Rel/fd/timEGINDO.com