Jakarta | EGINDO.co   -Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH dan juga pernah menjabat sebagai Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya mengatakan, kita masih sering mendengar dalam kasus kecelakaan lalu lintas, supir atau pengemudi meninggal dunia di tempat/ tempat kejadian perkara (Tkp), dalam perjalanan ke rumah sakit atau pada saat proses medis. Timbul pertanyaan bagaimana Sopir statusnya sebagai tersangka, atau tertuduh kemudian meninggal dunia.
Ia katakan, siapa itu tersangka, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), pasal 1 angka 14 bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak Pidana, kemudian diperkuat oleh Keputusan MK No : 21 / PUU / XII / 2014 , Mahkamah menyatakan bahwa bukti permulaan ” Bukti permulaan yang cukup ” dan bukti yang cukup yang diatur dalam pasal 1 angka 14 ,pasal 17 ,dan pasal 21 KUHAP harus dimaknai sebagai ” minimal dua alat bukti ” yang termasuk dalam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) , sebagai berikut:
a.Keterangan saksi.
b.Keterangan ahli.
c.Surat
d.Petunjuk
e.Keterangan terdakwa.
Berarti untuk menentukan tersangka tetap melalui proses mekanisme penyidikan walaupun sopir meninggal dunia. Proses penaganan kecelakaan lalu lintas dengan melalui cara: mendatangi TPTKP (Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara), dan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan proses penyidikan. Setelah melalui proses penyidikan dan sudah dilakukan gelar perkara kemudian disimpulkan Sopir atau Pengemudi sebagai tersangka meninggal dunia secara otomatis kasus harus dihentikan demi hukum dengan cara mekanisme SP3 (Surat perintah penghentian penyidikan ), dan diberitahukan kepada Penuntut umum,Tersangka dan keluarganya,”jelasnya.
Dikatakan Budioyanto kepada EGINDO.co melalui pesan singkatnya, apa yang mendasari penanganan kasus kecelakaan tersangka meninggal dunia, kasus pidananya dihentikan : Dalam Tindak pidana hak menuntut menjadi gugur atau tidak berlaku lagi karena tersangka meninggal dunia.
Dalam pasal 77 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) menyebutkan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia. Dengan kondisi demikian ( fakta hukum ) berarti demi hukum kasusnya harus dihentikan. Alasan hukum penghentian penyidikan diatur dalam hukum acara Pidana pasal 109 ayat ( 2 ) bahwa penyidik dapat menghentikan penyidikan karena berbagai pertimbangan,antara lain :
a.Tidak diperoleh bukti yang cukup.
b.Peristiwa yang disangkakan bukan tindak pidana.
c.Penghentian penyidikan demi hukum ( Tersangka meninggal dunia, kadaluarsa atau Nebis in idem ),”tutup Budiyanto.@Sn