Jakarta | EGINDO.com -Pemerhati masalah transportasi AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH, mengatakan bahwa menjamurnya Terminal bayangan di Wilayah DKI Jakarta mengindikasikan lemahnya manajemen pengendalian dan pengawasan oleh stakeholders yang bertanggung jawab di bidangnya. Terminal bayangan yang di wilayah DKI Jakarta, merata ada di 5 wilayah DKI yang paling menyolok di Wilayah administrasi di Jakarta Barat .
Ditinjau dari aspek lalu lintas sudah dipastikan akan menimbulkan permasalahan lalu lintas yakni kemacetan karena terminal bayangan tidak memiliki lahan parkir yang memadai yang pada akhirnya pengelola menempatkan / parkir kendaraan berada di pinggir jalan.
Terminal bayangan sudah dipastikan tidak akan mampu memberikan pelayanan jasa sesuai tingkat pelayanan minimal yang berupa fasilitas pendukung ,berupa : Ruang tunggu, toilet, penempatan barang, tempat parkir, tempat informasi dan sebagainya,jelasnya.
Dikatakan Budiyanto kepada EGINDO.com melalui telepon pintarnya bahwa gambaran ini menunjukan bahwa, terminal bayangan dari aspek keamanan , kenyaman, dan kepastian keberangkatan tidak dapat menjamin. Problem lain harga tiket dipastikan akan lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan tiket yang berada di Terminal resmi. Dari Aspek Regulasi bahwa sebutan terminal bayangan juga tidak ada, sehingga terminal bayangan dianggap tidak resmi melanggar aturan.
Karena tidak resmi berarti tidak memberikan kontribusi dalam bentuk restribusi sebagai salah satu sumber PAD. Regulasi yang mengatur tentang terminal sudah cukup memadai, misal : Undang – Undang Nomor 22 tahun 2008 tentang LLAJ (Lalu Lintas Angkutan Jalan), Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2013 tentang jaringan lalu lintas dan angkutan umum, Peraturan Menteri Nomor 132 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Terminal penumpang angkutan jalan, dan peraturan lainnya,ungkap Budiyanto.
Kenapa Terminal bayangan dapat terjadi pada titik – titik ruas penggal tertentu di 5 ( lima ) wilayah DKI Jakarta diduga ada alasan- alasan pragmatis untuk mendapatkan penumpang dengan cepat dan menghindari restribusi, tanpa memperhatikan aspek- aspek lain : Timbulnya kemacetan dan ketidak nyamanan.
Fenomena munculnya terminal bayangan sebenarnya sudah cukup lama namun kelihatannya ada kesan pembiaran yang secara otomatis memperlihatkan lemahnya manajemen pengendalian dan pengawasan. Problem timbulnya terminal bayangan penyebabnya sebenarnya mudah di deteksi karena adanya kepentingan antara agen penjualan tiket dengan Perusahaan angkutan umum,sebut Budiyanto
Pengendalian dan pengawasan cukup mudah sebenarnya dari mulai menertibkan perizinan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintasnya. Pembiaran terhadap pelanggaran tersebut sudah dipastikan akan mereduksi fungsi terminal dan akan menggangu kamtibmas secara umum dan kamseltibcar lantas pada khususnya.
Ingat bahwa dalam Undang- Undang Lalu lintas Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ dan aturan turunannya, cukup memadai pasal – pasal yang mengatur tentang tata cara berlalu lintas bagi pengemudi angkutan umum dan ketentuan Pidananya ( Tata cara berlalu lintas pasal 124 sampai dengan Pasal 126 dan ketentuan Pidananya diatur dari Pasal 300 sampai dengan Pasal 309 ).
Perlu ada penertiban dan penegakan hukum secara tegas dan konsisten agar tidak menimbulkan gangguan kamtibmas secara umum serta demi tegaknya peraturan. Pembiaran terhadap munculnya terminal bayangan akan menimbulkan permasalahan baru dari beberapa aspek,tutup Budiyanto.