Teguran, Penekanan Pada Sanksi Sosial, Bukan Pidana

IMG_20241017_062138

Jakarta|EGINDO.co – Pakar transportasi dan hukum, AKBP (Purn) Budiyanto, SH, S.Sos, MH, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Operasi Zebra 2024, pendekatan yang mengedepankan edukasi dengan pemberian teguran terhadap pelanggar lalu lintas harus menjadi perhatian utama. Menurutnya, pendekatan ini sejalan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dapat dilakukan melalui tindakan represif yustisial (tilang) dan non-yustisial (teguran).

“Penindakan melalui tilang berorientasi pada penegakan hukum pidana yang mengarah pada sanksi berupa pidana kurungan atau denda. Sementara teguran lebih berfokus pada sanksi sosial yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan disiplin masyarakat dalam berlalu lintas,” ujar Budiyanto.

Ia menambahkan bahwa tujuan dari kedua bentuk penegakan hukum ini sama, yakni untuk membangun masyarakat yang tertib berlalu lintas. Disiplin di jalan raya dinilai sebagai kunci utama untuk menghindari kecelakaan lalu lintas yang bisa menimbulkan kerugian material maupun korban jiwa. “Pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu indikator kurangnya kedisiplinan pengguna jalan dan sering kali menjadi awal terjadinya kecelakaan,” lanjut Budiyanto.

Baca Juga :  Senin,Titik Layanan Perpanjangan Masa Berlaku SIM Di Jakarta

Dalam pandangannya, sangat penting untuk menanamkan sikap disiplin pada setiap individu agar mereka dapat menghindari pelanggaran yang berpotensi menyebabkan kecelakaan. Budiyanto juga menekankan pentingnya optimalisasi penggunaan CCTV Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE), baik yang bersifat statis maupun mobile, untuk mendukung pengawasan dan penegakan hukum yang lebih efektif.

“Teguran terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan bagian dari penegakan hukum yang bersifat non-yustisial dengan penekanan pada sanksi sosial, seperti menanamkan budaya malu. Teguran ini memiliki dasar hukum yang kuat,” tegasnya.

Budiyanto menjelaskan beberapa dasar hukum yang menjadi landasan bagi penegakan hukum non-yustisial, di antaranya:

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 5 ayat 1 angka 4 dan Pasal 7 ayat (1) huruf b, yang menyatakan bahwa penegak hukum berwenang melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Baca Juga :  Harga Minyak Stabil, Ketegangan Timur Tengah Tetap Jadi Fokus

2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 18, yang memberikan kewenangan kepada kepolisian untuk menilai dan mengambil tindakan demi kepentingan umum.

3. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 264 hingga Pasal 269.

Menurut Budiyanto, teguran sebagai bagian dari penegakan hukum non-yustisial bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mematuhi aturan lalu lintas, sekaligus membentuk budaya malu terhadap pelanggaran. “Dengan teguran, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya keselamatan berlalu lintas dan patuh terhadap aturan yang berlaku,” pungkasnya.

Operasi Zebra 2024 diharapkan dapat mengurangi angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, serta membangun masyarakat yang lebih disiplin di jalan raya. (Sn) 

 

Bagikan :
Scroll to Top