Tarif PPN Digugat ke MK, Ini Respon Dirjen Pajak

Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

Jakarta | EGINDO.com – Bersama Tim Advokasi untuk Demokrasi Sektor Keadilan Pajak (TAUD-SKP), 6 orang warga dan 1 organisasi masyarakat sipil mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah pasal bermasalah dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Diantaranya Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, dan j, serta Pasal 7 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) UU HPP.

Salah satu yang ditanggapi adalah penilaian pemohon terkait Pasal 7 ayat (3) UU HPP perlu diubah bunyinya agar batas minimum PPN diturunkan menjadi 0% dan batas maksimal tidak lebih dari 10%.

Sementara itu Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto angkat bicara mengenai gugatan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang kini tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi. Penjelasan ini disampaikan dalam sidang pleno yang berlangsung pada Rabu (25/6/2025) lalu. Menjawab hal tersebut, Bimo menjelaskan bahwa ketentuan mengenai tarif PPN yang bisa diubah dalam rentang 5% hingga 15% sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (3) UU PPN bukan hal baru. Ketentuan ini sudah ada sejak UU PPN 1983 dan terus mengalami penyempurnaan, termasuk melalui perubahan pertama dalam UU HPP.

“Dengan menambahkan pasal 7 ayat (4) justru memberikan penegasan pentingnya akuntabilitas dan keterwakilan rakyat melalui representasi DPR,” ujar Bimo pada Sidang Pleno Perkara Nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Ditekankannya bahwa setiap perubahan tarif PPN wajib dibahas bersama DPR dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang menandakan ada mekanisme kontrol fiskal dan akuntabilitas yang jelas. Penyesuaian tarif PPN, lanjut Bimo, hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan indikator ekonomi, sosial, lingkungan, dan kebutuhan pendanaan.@

Bs/timEGINDO.com

 

Scroll to Top