Oleh: Fadmin Malau
TARIF listrik rendah menjadi impian masyarakat Indonesia. Pasalnya, banyak keluhan masyarakat tentang tarif listrik yang dirasakan masih tinggi. Tagihan listrik yang diterima terasa mahal dan dirasakan sebagai beban. Masyarakat ekonomi kalangan menengah kebawah masih banyak mengeluhkan dengan tagihan listrik.
Keluhan tagihan listrik tinggi terbukti menjadi sebuah fakta ketika PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) melakukan program diskon tarif listrik 50 persen pada Januari dan Februari 2025 lalu. Masyarakat pelanggan yang umumnya masyarakat ekonomi menengah kebawah menyambut gembira dan merasa terkurangi beban untuk membayar tagihan listrik setiap bulannya. “Rasanya senang bang, beban biaya bulanan keluarga terbantu untuk dua bulan itu akan tetapi setelah itu kembali lagi menjadi beban yang memberatkan,” kata Anwar Sazali pelanggan listrik dengan nomor IDPEL 126100273186 kepada EGINDO.com belum lama ini di Desa Bandar Khalifah Kecamatan Percut Seituan Kabupaten Deliserdang Provinasi Sumatera Utara (Sumut).
Menurutnya tarif listrik yang rendah sangat diimpikannya dan dinilainya Indonesia mampu membuat tarif listrik rendah karena sumber energi yang dimilikinya banyak. “Kita tidak tahu caranya bagaimana akan tetapi Indonesia kan sumber energinya banyak dan orang pandai kita juga banyak, harusnya bisa dikelola sehingga tarif listrik itu rendah,” kata Anwar Sazali berpendapat.
Banyak keluhan tentang tarif listrik dari masyarakat, Anwar Sazali hanya satu diantara puluhan ribu pelanggan PLN di Indonesia. Bukan saja kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah seperti Anwar Sazali akan tetapi juga masyarakat ekonomi menengah keatas banyak mengeluh tentang tarif listrik PLN yang menilai masih tinggi dan memberatkan termasuk tagihan yang melonjak meskipun akhirnya PLN memberikan penjelasan mengenai alasan kenaikan tagihan tarif listrik itu.
Tentang tarif listrik juga menjadi keluhan para pelaku usaha karena tarif listrik menjadi biaya produksi dan bila tarif listrik tinggi maka biaya produksi menjadi tinggi akibatnya biaya operasional tinggi sehingga keuntungan sulit diperoleh. Para pelaku usaha seperti UMKM mengeluhkan dampak pada biaya operasional yang tinggi membuat usaha UMKM sulit tumbuh dan berkembang karena harga produk menjadi tinggi dan masyarakat sulit membeli, jika produk tidak terjual maka kerugian yang dialami.
Ketika tagihan listrik naik maka biaya produksi akan membengkak yang berdampak langsung pada kelangsungan usaha para pelaku usaha. Selalu dan selalu para pelaku usaha dan industri menolak bila ada rencana kenaikan tarif listrik. Sementara itu Pemerintah selalu dan selalu mengatakan tarif listrik tidak naik untuk menjaga stabilitas daya beli masyarakat dan keberlanjutan usaha.
Tarif listrik rendah menjadi impian masyarakat dan pelaku usaha dan pemerintah terus berupaya mewujudkannya melalui berbagai kebijakan seperti tarif subsidi untuk rumah tangga daya rendah, diskon listrik yang terakhir berlaku Januari-Februari 2025 dan tarif khusus untuk industri dengan daya besar.
Berapa tarif listrik saat ini? Data yang dihimpun menyebutkan tarif listrik rumah tangga non-subsidi dengan daya 1.300 VA dan 2.200 VA adalah Rp 1.444,70 per kWh. Untuk masyarakat
tarif bersubsidi adalah: Rumah tangga dengan daya 450 VA: Rp 415/kWh. Rumah tangga dengan daya 900 VA: Rp 605/kWh. Tarif non-subsidi: Rumah tangga dengan daya 900 VA: Rp 1.352/kWh. Rumah tangga dengan daya 1.300 VA dan 2.200 VA: Rp 1.444,70/kWh. Rumah tangga dengan daya 3.500–5.500 VA: Rp 1.699,53/kWh. Untuk pelaku usaha golongan bisnis dan industri: Tarif bisnis B-2/TR (6.600 VA s.d. 200 kVA): Rp 1.444,70 per kWh. Tarif industri I-3/TR (diatas 200 kVA): Rp 1.114,74 per kWh. Industri besar (diatas 30.000 kVA): Rp 996,74 per kWh.
Energi Baru Terbarukan (EBT) Menjadi Solusi
Tarif listrik rendah impian masyarakat dan para pelaku usaha. Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai menjadi solusi jangka panjang. Untuk itu pemerintah berkomitmen meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional dan memperkuat infrastruktur listrik agar pasokan listrik tetap terjaga dan murah.
EBT menjadi solusi jangka panjang sebab pemberian subsidi listrik untuk membuat tarif listrik rendah hanya solusi jangka pendek dan itu dilakukan pemerintah dengan memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen pada Januari dan Februari 2025 lalu. Pemerintah memutuskan tarif listrik tidak naik untuk periode Oktober-Desember 2025 demi menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.
Ternyata pemanfaatan EBT adalah potensi untuk menurunkan biaya operasional dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang lebih mahal. EBT dapat menghadirkan listrik yang baik, andal dan berkeadilan.
Dalam beberapa kesempatan Direktur Utama (Dirut) PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan kesiapan penuh PLN menjadikan tarif listrik yang terjangkau sebagai wujud nyata upaya Pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong perekonomian nasional. “PLN siap mendukung penuh dengan terus menjaga keandalan pasokan listrik serta meningkatkan mutu pelayanan bagi seluruh pelanggan,” ujar Darmawan.
Sementara itu dari acara Green Energy Summit 2025 pada Selasa 23 September 2025 lalu yang digelar di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta ada sebanyak 15 narasumber yang sangat kompeten pada bidang energi hijau (green energy) tampil membedah masa depan energi hijau dalam kaitannya dengan target Net Zero Emission (NZE) 2060 dengan bertajuk Transisi Energi yang Adil: Menjaga Bumi, Menyejahterakan Rakyat.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung yang membuka acara Green Energy Summit 2025 itu mengatakan pemerintah tidak bisa bergerak sendiri dalam proses transisi energi menuju net zero emission (NZE), namun perlu juga adanya dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, seperti pelaku usaha, investor, akademisi, masyarakat dan juga media. “Dengan adanya Green Energy Summit 2025 ini, kami mengharapkan tentu kita perlu melakukan kolaborasi dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui penggunaan energi fosil dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT),” kata Yuliot.
Menurutnya, Indonesia sudah diberkahi dengan sumber daya EBT yang melimpah seperti air, matahari, angin, hingga panas bumi (geotermal). Maka hal itu perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Yuliot juga menekankan, untuk bisa mewujudkan NZE 2060 atau lebih cepat, pemerintah mendorong adanya perubahan kebijakan regulasi dan insentif terkait dengan pengembangan penggunaan EBT, pemerataan ketersediaan listrik bagi seluruh masyarakat.
Dari 15 narasumber yang sangat kompeten pada bidang energi hijau (green energy) tampil Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan nanti begitu go nuklir dipastikan dan sekarang sudah banyak informasi-informasi berapa sen per KWH listrik jualnya. “Iya, harga jualnya. Nah, kalaupun kita memilih salah satu negara sebagai partner, perencanaan di dalam RUPTL itu banyak sekali sampai net zero emission itu kita 35 eh sori 45 giga untuk nuklir. Jadi perencanaan dari Dewan Energi Nasional ini supportnya luar biasa,” katanya di depan para peserta acara Green Energy Summit 2025.
Eniya Listiani Dewi menjelaskan dalam menjawab pertanyaan peserta Green Energy Summit 2025 bahwa go nuklir banyak pihak yang sangat konsern makanya Dewan Energi Nasional mendorong. “Nah, ini kita sudah step ahead untuk tinggal menunggu go nuklir sehingga perencanaan-perencanaan di bawahnya nanti bisa langsung go tinggal 8 tahun lagi untuk 2032 dan 2034 sudah onrade di dua system tersebut. Jadi kita sangat memperhatikan nanti the next step-nya kalau di RUPTL atau di Rancangan Umum Ketenaga Listrikan Nasional itu sudah disebutkan sampai 2060. Jadi kesempatannya banyak, itu Sumatera dan Kalimantan,” katanya.
Eniya Listiani Dewi juga menjelaskan pemerintah mengimplementasikan tiga program utama PLTS, yaitu PLTS Atap, PLTS Skala Besar, dan PLTS Terapung. Diungkapkannya potensi energi surya Indonesia diperkirakan mencapai hampir 3.200 GW, sebuah peluang besar untuk mendorong industri dalam negeri sekaligus pertumbuhan ekonomi. “Potensi energi surya kita bisa menjadi motor transisi energi sekaligus mendongkrak lebih cepat pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen,” katanya menegaskan.
Mewujudkan Impian Masyarakat Tarif Listrik Murah
Tarif listrik rendah menjadi impian masyarakat Indonesia sebagaimana diimpikan Anwar Sazali seorang pelanggan listrik diantara ratusan juta pelanggan listrik yang ada di Indonesia dapat terwujud impiannya.
Bila impian Anwar Sazali itu terwujud maka keluhan ratusan juta masyarakat Indonesia tentang tarif listrik yang dirasakan masih tinggi akan segera sirna, hilang dan berganti dengan tagihan listrik yang diterima terasa murah. Tidak lagi menjadi beban dalam ekonomi masyarakat ekonomi kalangan menengah kebawah dan kalangan masyarakat ekonomi menengah keatas.
Tarif listrik yang rendah impian ratusan juta masyarakat Indonesia dapat menjadi kenyataan ketika yang dikatakan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung bahwa Indonesia sudah diberkahi dengan sumber daya EBT yang melimpah seperti air, matahari, angin, hingga panas bumi (geotermal) dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk pemerataan ketersediaan listrik bagi seluruh masyarakat. Semoga.
***
Penulis adalah wartawan media online EGINDO.com