Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto menjelaskan, mengesampingkan tanggung jawab Moral dan Hukum dalam kasus tabrak lari merupakan tindak pidana kejahatan lalu lintas (pasal 316 UU 22 Tahun 2009). Dalam pasal 316 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengklasifikasikan atau penggolongan tindak pidana dalam lalu lintas dan angkutan jalan, yakni: Pidana pelanggaran dan Pidana kejahatan.
Ada hak dan kewajiban menurut Budiyanto, bagi mereka yang terlibat dalam kecelakaan lain lalu lintas. Namun tidak sedikit mereka yang abai pada saat terlibat dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Mereka memberikan alasan yang beragam, antara lain: tidak tahu harus berbuat apa, panik, takut dihakimi massa, dan tidak melapor ke pihak Kepolisian.
“Padahal hukum dalam Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, secara eksplisit mengatur secara jelas dan gamblang berkaitan dengan hak dan kewajiban,”ucapnya.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH mengatakan, Alasan yang bertendensius subyeltif tidak dapat diterima dari prespektif Undang- Undang. Pasal 231 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, berbunyi :
( 1 ) Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas, wajib:
a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya ;
b. Memberikan pertolongan kepada korban.
c. Melaporkan kejadian kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.; dan
d. Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
“Bagi mereka yang dengan sengaja tidak melakukan pasal 231 huruf a, b dan C dapat dikenakan pasal 312 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, dipidana dengan Pidana Penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah),”tegasnya.
Dikatakannya, Pasal ini dapat di junctokan ke Pasal lain tergantung pada akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 310 ayat ( 1 ) sampai dengan ayat ( 4 ) tentang kelalaian atau pasal 311 ayat 1 sdampai dengan ayat ( 5 ) tentang kesengajaan. Sanksi pidana terhadap tabrak lari relatif cukup tinggi karena masuk dalam klasifikasi kejahatan lalu lintas. Namun kasus kecelakaan dengan modus tabrak lari relatif masih tinggi.
Ungkap Budiyanto, Kasus tabrak lari yang terjadi di Indonesia, berdasarkan pengalaman secara impiris dalam proses pengungkapan masih banyak ditemukan kendala sebagai indikator tingkat kesulitan yang masih tinggi, antara lain:
a. Keengganan pengguna jalan yang melihat kejadian tersebut tidak mau melapor karena takut dijadikan saksi.
b. Kekurangan penempatan CCTV di jalan, seandainya adapun masih ditemukan CCTV yang merekam gambar tidak akurat.
c. Rendahnya atau kurangnya disiplin dan tanggung jawab bagi mereka yang terlibat kecelakaan.
“Dengan kejadian tabrak lari yang relatif masih tinggi, perlu ada pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajjban serta konsekuensi hukumnya bagi mereka yang tidak melaksanakan hak dan kewajibannya,”tutup Budiyanto.
@Sadarudin