Suku Ogan dengan Tradisi Pernikahan Unik

Suku Ogan

Sumatra Selatan | EGINDO.co – Suku Ogan suku bangsa yang mayoritas berasal dari Provinsi Sumatra Selatan. Suku Ogan tersebar di Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan juga terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Mereka menghuni wilayah sepanjang aliran sungai Ogan dari Baturaja sampai ke Selapan. Jumlah populasi suku Ogan pada sensus terakhir tahun 2010 diperkirakan sebanyak 300.000 orang.

Dalam keseharian mereka menggunakan bahasa Ogan sebagai bahasa sehari-hari, bahasa Ogan memiliki kemiripan dengan bahasa Melayu Deli dan Melayu Malaysia, karena itulah bahasa Ogan dimasukkan ke dalam kelompok rumpun bahasa Melayu. Menurut klasifikasi rumpun bangsa, suku Ogan termasuk ke dalam rumpun Deutro-Malayan atau Melayu Muda.

 

Asal Usul Suku Ogan

Nenek moyang dari masyarakat suku Ogan disebut berasal dari masyarakat yang mendiami Gunung Dempo yang terletak di dataran tinggi Basemah. Berdasarkan penemuan arkeologis, sejak 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) telah ada masyarakat yang hidup di sekitar dataran tinggi Basemah. Mereka yang berasal dari dataran tinggi Basemah akhirnya mulai turun ke bawah untuk menyelusuri Sungai Ogan, bertujuan untuk mencari lahan pemukiman yang baru. Keberadaan mereka di pinggiran Sungai Ogan pada akhirnya berinteraksi dengan masyarakat yang telah ada sebelumnya, untuk kemudian membentuk satu kebudayaan tersendiri.

Pemukiman masyarakat di sepanjang Sungai Ogan sendiri sebenarnya sudah ada sebelum kedatangan nenek moyang dari suku Ogan. Temuan arkeologis di Gua Harimau, Sumatra Selatan, menunjukkan bahwa peradaban disekitar Sungai Ogan sudah berumur puluhan ribu tahun, bahkan diperkirakan telah ada sejak masa zaman es. Penghuni gua-gua purba tersebut awalnya merupakan komunitas Ras Australomelanesid. Lalu setelah kedatangan Ras Mongoloid, kedua ras tersebut menyatu dalam satu kelompok masyarakat yang baru.

Baca Juga :  Gempa 5,1 M Mengguncang Bengkulu, Tidak Berpotensi Tsunami

Sumber lain mengatakan bahwa nenek moyang dari suku Ogan diduga ada yang berasal dari Lampung, Palembang, dan Tanah Jawa, diantaranya yang tercatat adalah :

  • Keluarga Sanghyang Sakti Nyata; Berdasarkan catatan dari masyarakat Lampung Pesisir Way Lima, diceritakan beliau memiliki 7 orang anak, yang kemudian menjadi leluhur bagi Suku Ogan, Rejang, Semende, Pasemah, Komering dan Lampung.
  • Pengikut Penguasa Palembang yang pernah hijrah ke Ogan Ilir, antara lain:
    • Pangeran Sido ing Rajek di Desa Saka Tiga (Inderalaya) tahun 1659
    • Sultan Mahmud Badaruddin (II) Pangeran Ratu di Desa Tanjung Lubuk tahun 1821
    • Sultan Ahmad Najamuddin (IV) Prabu Anom di Hulu Sungai Ogan tahun 1824-1825.

 

Pembagian Suku Ogan

Berdasarkan hunian masyarakat sepanjang sungai Ogan, suku Ogan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu suku Ogan Iliran dan Ogan Uluan.

Suku Ogan Iliran menghuni wilayah sepanjang aliran sungai Ogan bagian hilir. Terdapat dua sub-suku dalam suku Ogan Iliran yaitu:

  • Suku Pegagan : Masyarakat suku Pegagan banyak mendiami daerah Marga Pegagan Ilir Suku I, Marga Pegagan Ilir Suku II, dan Marga Pegagan Ilir Suku III. Suku Pegagan juga terbagi menjadi dua sub-suku lagi yaitu Pegagan Ulu dan Pegagan Ilir.
  • Suku Penesak : Masyarakat suku Penesak tersebar di Kecamatan Tanjung Batu dan Padaraman serta sebagian Kecamatan Lubuk Keliat.
Baca Juga :  Presiden Dorong KUR Tanpa Agunan Guna Mudahkan Pengusaha

Sedangkan suku Ogan Uluan menghuni wilayah sepanjang aliran sungai Ogan bagian hulu hingga aliran tengah. Terdapat dua sub-suku dalam suku Ogan Uluan yaitu:

  • Suku Rambang Senulingku : Mereka banyak berdiam di Marga Muara Kuang, Marga Lubuk Keliat, Marga Rantau Alai, Marga Rambang Suku IV, Marga Tembangan Kelekar, Marga Lubai Suku I, Marga Parit, Marga Lembak, Marga Gelumbang,dan Marga Ketamulia.
  • Suku Ogan Hulu: Mendiami daerah Kecamatan Ulu Ogan, Pengandonan, Baturaja dan Lubuk Batang (Kabupaten Ogan Komering Ulu) serta Muara Kuang (Kabupaten Ogan Ilir).

Selain suku-suku di atas, masih banyak lagi suku-suku yang merupakan keturunan dari suku Ogan yang ada hingga saat ini. Sebagian besar mata pencaharian mereka adalah bertani, karenanya hasil pertanian adalah makanan pokok utama bagi mereka.

 

Kebudayaan Suku Ogan

Mayoritas suku Ogan adalah pemeluk agama Islam, meskipun terdapat juga sebagian kecil penduduk yang memeluk agama Kristen Katolik. Masyarakat suku Ogan yang Muslim adalah pemeluk Islam yang taat. Sehingga hampir seluruh budaya dan adat-istiadat mereka dipengaruhi oleh budaya Islam dan Melayu. Hal tersebut terlihat dari beberapa tradisi yang telah mereka miliki sejak lama.

Baca Juga :  Indikator Keberhasilan Pembatasan Lalin Dalam Skema Gage

Salah satunya tradisi pernikahan yang ada di kalangan masyarakat Ogan yaitu Pengadangan. Pengadangan adalah tradisi seputar pernikahan yang dilakukan dengan cara menghalang-halangi pengantin pria dengan menggunakan selendang panjang. Untuk bisa melewati selendang tersebut, mempelai pria dan rombongannya harus memenuhi apa saja yang diminta oleh mempelai perempuan.

 

Selain sebagai bentuk penghormatan, Pengadangan juga dilaksanakan untuk mempererat tali silaturahmi antar dua keluarga yang akan disatukan dalam sebuah pernikahan. Dalam prosesi Pengadangan, pihak mempelai laki-laki akan diiringi dengan tabuhan rebana, sambil tidak lupa membawa berbagai bawaan yang diinginkan oleh mempelai perempuan.

Dibutuhkan seorang juru bicara yang berasal dari pemangku adat yang bertugas untuk melobi dan meyakinkan pihak mempelai perempuan. Setelah persetujuan telah disepakati kedua belah pihak, prosesi kemudian dilanjutkan dengan akad nikah. Setelah akad nikah diucapkan, dan kedua mempelai telah sah secara adat dan hukum negara, pesta pernikahan kemudian dimeriahkan dengan tarian penghibur pengantin.

Seiring perubahan zaman, tradisi Pengadangan dalam pernikahan adat Suku Ogan sudah jarang dilakukan. Padahal banyak nilai luhur yang dapat diambil dari prosesi adat tersebut, seperti saling menghormati, mempererat tali silaturahmi, dan menghargai perempuan seperti menghargai ibu kita sendiri.

 

(AR/dari berbagai sumber)

Bagikan :