Strategi Mengatasi Krisis Air di Samosir: Harapan Baru dari Inovasi dan Teknologi

Danau Toba danau terbesar di Asia Tenggara memiliki banyak air tapi Samosir di Danau Toba krisis air. (Foto: Fadmin Malau)
Danau Toba danau terbesar di Asia Tenggara memiliki banyak air tapi Samosir di Danau Toba krisis air. (Foto: Fadmin Malau)

Oleh: Dr. Wilmar Eliaser Simanjorang, Dipl.Ec.,M.Si,

Kabupaten Samosir, yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, tengah menghadapi tantangan serius dalam penyediaan air bersih. Krisis ini semakin parah akibat dampak perubahan iklim yang ekstrem dan musim kemarau yang berkepanjangan. Kekeringan yang terjadi belakangan ini telah menyebabkan kesulitan besar bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, termasuk air untuk minum, sanitasi, pertanian, dan peternakan.

Namun, di tengah tantangan tersebut, harapan tetap ada. Salah satu titik terang datang dari strategi yang telah dirintis sejak tahun 2004 oleh tokoh lokal, Wilmar E. Simandjorang. Strategi ini berfokus pada penggalian dan pemanfaatan potensi sumber air yang ada di sekitar wilayah Samosir. Kini, saatnya strategi tersebut dikembangkan dan diperluas untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara lebih luas dan berkelanjutan. Sejumlah pendekatan lokal telah dicoba dan menunjukkan potensi besar jika dikembangkan dengan baik, antara lain:

Kincir Pompa Air Bertenaga Angin di Sihusapi

Proyek pembangunan kincir pompa air bertenaga angin di wilayah Sihusapi merupakan langkah inovatif yang memanfaatkan energi terbarukan. Teknologi ini sempat beroperasi dan membantu masyarakat setempat, namun sayangnya kini terbengkalai karena kurangnya pemeliharaan dan pengembangan lanjutan. Jika dihidupkan kembali dan ditingkatkan, teknologi ini bisa menjadi solusi andalan di daerah perbukitan yang minim akses listrik.

Pemanfaatan Embung Alam

Pulau Samosir memiliki lebih dari 85 embung alam yang menyimpan potensi besar sebagai penampung air hujan. Embung ini bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dan sektor pertanian, terutama saat musim kemarau. Program revitalisasi embung menjadi sangat penting sebagai langkah strategis jangka menengah.

Pipanisasi Sistem Gravitasi

Penerapan sistem pipanisasi gravitasi dari hulu Sungai Aek Na Sogop di Desa Sianjur Mula-Mula menuju kawasan Sigulatti telah terbukti efektif mendistribusikan air tanpa kebutuhan energi tambahan. Sistem ini sangat cocok diterapkan di daerah perbukitan dan bisa dikembangkan ke wilayah lainnya.

Pemanfaatan Sumber Air dari Kawasan Hutan Lindung

Sungai-sungai yang berasal dari kawasan hutan lindung memiliki potensi sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan. Dengan pembangunan infrastruktur pipanisasi yang tepat, air bisa didistribusikan ke wilayah perbukitan maupun kawasan penduduk di sekitar Danau Toba.

Pengalaman dari berbagai wilayah lain di Indonesia dan mancanegara dapat menjadi model inspiratif bagi Samosir, seperti:

Gunung Kidul, DIY

Wilayah ini dahulu dikenal kering dan tandus. Namun, melalui pembangunan embung kecil dan sistem irigasi yang terintegrasi, Gunung Kidul berhasil meningkatkan ketahanan air dan pertaniannya. Kunci keberhasilan terletak pada partisipasi masyarakat dan desain sistem yang sesuai dengan topografi lokal.

NTT (Nusa Tenggara Timur)

NTT yang dikenal memiliki curah hujan rendah telah mengembangkan teknologi panen air hujan dan sistem irigasi efisien untuk pertanian dan kebutuhan rumah tangga. Program ini berhasil meningkatkan ketersediaan air bersih dan mengurangi ketergantungan pada sumber air musiman.

Teknologi Pemenuhan Kebutuhan Air di Thailand: Contoh Global yang Bisa Ditiru Thailand, negara yang juga memiliki wilayah perbukitan dengan karakteristik mirip Samosir, telah sukses menerapkan berbagai teknologi pemenuhan air: Sistem Irigasi Gravitasi dan Pompa. Embung Buatan dengan Dasar Membran. Teknologi Irigasi Tetes (Drip Irrigation). Sistem Pengumpulan Air Hujan Skala Rumah Tangga dan Komunal.

Kelebihan utama dari pendekatan Thailand antara lain efisiensi air yang tinggi, peningkatan produktivitas pertanian, serta kemandirian masyarakat dalam pengelolaan air secara berkelanjutan. Untuk mengatasi krisis air secara sistematis dan jangka panjang, berikut beberapa strategi konkret yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah bersama masyarakat:

Membangun dan Merevitalisasi Embung

Embung kecil di desa-desa dapat menampung air hujan dan mengurangi limpasan saat hujan deras.

Rehabilitasi embung lama yang sudah tidak berfungsi dengan menambahkan teknologi filterisasi

Pengembangan Sistem Pipanisasi Gravitasi

Melanjutkan proyek pipanisasi dari kawasan hutan atau sungai menuju pemukiman. Menghindari kebocoran dan kehilangan air dengan pipa berkualitas tinggi.

Pemanfaatan Energi Terbarukan

Menghidupkan kembali kincir angin atau menggunakan pompa tenaga surya. Penggunaan tenaga ramah lingkungan mengurangi biaya operasional jangka panjang.

Pelatihan dan Edukasi Masyarakat

Sosialisasi pentingnya penghematan air dan pelestarian sumber air. Pelibatan masyarakat dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur air. Krisis air bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan memerlukan kerja sama lintas sektor. Dukungan dari pemerintah pusat, dunia usaha, organisasi nirlaba, serta perguruan tinggi dapat mempercepat pengembangan teknologi dan penyediaan air berkelanjutan di Samosir. Dengan kombinasi strategi lokal yang sudah terbukti, inovasi teknologi dari luar, dan kemauan politik yang kuat, Samosir dapat keluar dari krisis air yang saat ini tengah melanda.

Keberhasilan wilayah lain dalam mengatasi tantangan serupa menjadi bukti bahwa upaya ini tidak mustahil. Saatnya Samosir meniru, mengadaptasi, dan mengembangkan solusi yang sesuai dengan kearifan lokal serta kekayaan alam yang dimiliki. Air adalah hak dasar. Dengan strategi yang tepat, setiap tetes air bisa menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Samosir.@

***

Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia/Penggiat Lingkungan

Scroll to Top