Jakarta | EGINDO.com – COP29 di Baku, Azerbaijan menandai momen penting dalam aksi iklim global, dengan diadopsinya standar internasional untuk kredit karbon berdasarkan Pasal 6.4 Perjanjian Paris. Pencapaian ini merupakan langkah signifikan menuju pengembangan pasar karbon terpusat, yang dirancang untuk menyalurkan sumber daya penting ke negara-negara berkembang sekaligus mempercepat upaya iklim global.
Dalam laman resmi APP Group yang dilansir EGINDO.com pada Selasa (10/12/2024) menyebutkan berpusat pada pendanaan iklim, acara itu mempertemukan hampir 200 negara. Asia Pulp and Paper (APP) Group menyelenggarakan tiga sesi yang menyoroti aspek-aspek utama strategi iklim Indonesia, berbagi wawasan dari inisiatif keberlanjutan, dan mengadvokasi kemitraan multi-pemangku kepentingan untuk mendorong kemajuan lingkungan yang signifikan.
Berikut adalah hal-hal penting yang dapat diambil dari acara tersebut untuk memandu upaya keberlanjutan global.
- Kemitraan adalah tulang punggung kemajuan
Pada tanggal 13 November, Ibu Elim Sritaba, Chief Sustainability Officer APP, bersama Ir. Noer Adi Wardojo dari Direktorat Pengendalian Perubahan Iklim, membuka sesi pertamanya tentang Kolaborasi untuk Aksi Iklim dan Mendorong Kemajuan Berkelanjutan dengan menekankan kekuatan kemitraan dalam mencapai tujuan iklim. Dengan memanfaatkan inisiatif APP seperti investasi pada energi terbarukan, efisiensi air, dan program kemasyarakatan, Elim menyoroti bagaimana kontribusi sektor swasta dapat menciptakan dampak yang terukur dan bertahan lama.
Panel tersebut membahas strategi untuk menyelaraskan upaya keberlanjutan perusahaan dengan kerangka kerja internasional, dengan fokus pada inklusivitas dan akuntabilitas. Mereka mengeksplorasi bagaimana sektor swasta dapat membantu mewujudkan komitmen iklim menjadi hasil yang nyata.
Elim lebih lanjut mengilustrasikan pendekatan APP terhadap keberlanjutan dengan merinci Visi Peta Jalan Keberlanjutan 2030, yang dibangun berdasarkan tiga pilar inti: dekarbonisasi produksi dengan tujuan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050, penerapan pengelolaan hutan lestari, dan mendorong keterlibatan masyarakat melalui program seperti DMPA inisiatif yang diluncurkan pada tahun 2015.
Ia menekankan pentingnya investasi besar, termasuk hampir $200 juta USD untuk pengelolaan kebakaran hutan terpadu dan $10 juta USD untuk program masyarakat yang bermanfaat bagi 441 desa. Menyoroti peran kolaborasi, Elim mengatakan, “Kami tidak dapat mengatasi semua tantangan sendirian, jadi kami berkolaborasi dengan mitra ahli untuk memitigasi risiko dan mendorong dampak yang berarti,” memperkuat perlunya kemitraan untuk mencapai tujuan iklim dan keberlanjutan bersama.
- Membuat terobosan baru dalam pendanaan iklim
Pada sesi kedua mengenai Investing in a Green Tomorrow through Energy Transition, Elim, bersama Geoffrey Seeto dari New Forests, Dharsono Hartono dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), dan Clea Kaske-Kuck dari WBCSD, mendalami aspek finansial dan kebijakan tantangan transisi menuju perekonomian rendah karbon, khususnya di Indonesia. Diskusi tersebut menyoroti perlunya solusi pendanaan inovatif, seperti obligasi ramah lingkungan dan pendanaan iklim, untuk mendorong dekarbonisasi sekaligus memastikan inklusivitas.
Elim menguraikan pendekatan APP dalam memobilisasi sumber daya untuk transisi energi berkelanjutan, menyoroti peran penting kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga keuangan. Ia menekankan bahwa dekarbonisasi bukan sekedar target, namun merupakan tanggung jawab kolektif yang memerlukan investasi berani dan tindakan terkoordinasi. Sesi ini memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan, mulai dari rekomendasi kebijakan hingga strategi untuk meningkatkan investasi ramah lingkungan.
- Alam memberikan solusi penting terhadap ketahanan iklim
Jasmine Prihartini Doloksaribu, Head of Landscape Conservation & Environment APP, memimpin sesi mengenai konservasi mangrove, menyoroti peran penting mangrove dalam memerangi perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan pesisir. Ia didampingi oleh para ahli, antara lain Wening Wulandari dari Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Lestari, Natalia Rialucky dari Fairatmos, dan Vinay Singh dari Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
“Mangrove bukan sekadar penyerap karbon—mangrove juga merupakan jalur kehidupan bagi masyarakat pesisir,” jelas Jasmine, menggarisbawahi dampak ganda terhadap lingkungan dan sosial dari inisiatif tersebut.
Diskusi utama di COP29 menyoroti pentingnya tindakan kolektif dalam membentuk masa depan yang berkelanjutan. Mulai dari memajukan pendanaan iklim hingga inovasi solusi pendanaan dan memanfaatkan strategi berbasis alam, acara menyoroti betapa pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendorong kemajuan nyata. APP bangga menjadi yang terdepan dalam upaya ini, bekerja terus menerus untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, inklusif, dan berketahanan bagi semua orang.@
Rel/fd/timEGINDO.com