Medan | EGINDO.co – Film “Sinandong Perawan” Produksi Fosad dilirik para sineas Jogyakarta yang terhimpun di Rumah Sinema Watulumbung. Mereka mengapresiasi dan tertarik untuk membangun kerjasama penayangan film berbasis kearifan lokal masyarakat Melayu pesisir Sumatera Utara, “Sinandong Perawan” garapan H. Mansyur Nasution.
Boy Rivai, pimpinan Rumah Sinema Watulumbung, mengatakan pihaknya tertarik menjalin kerjasama untuk penayangan film tersebut setelah menyaksikan thriller film ”Sinandong Perawan”. “Kami bisa membantu penayangan film layar lebar yang bertemakan pendidikan dan syarat dengan muatan lokal itu di Solo dan Jogya, juga di sejumlah TV Lokal yang ada di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, bentuk kerjasamanya saat ini sedang dalam pembahasan pihak Rumah Sinema Watulumbug dengan Mansyur Nasution dan Yan Amarni Lubis selaku Sutradara dan Asisten Sutradara film tersebut. “Sinandong Perawan” adalah film perdana karya Mansyur Nasution dengan kameramen Bukhari Lubis. Film itu diproduksi Forum Sastrawan Deliserdang (Fosad) bekerjasama dengan Teater Serumpun dan Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan.
Film dibintangi Yan Amarni Lubis, Burhan Polka, Wani Sitepu, Fauziah Adla Hasibuan, Assyifa Putri, Suhery Sasmita dan lainnya, “Sinandong Perawan” berkisah tentang seorang gadis belia bernama Fatimah yang dipaksa menikah dengan suami kakaknya yang telah meninggal dunia, yang dalam budaya masyarakat Melayu disebut sebagai “Ganti Tikar”.
Namun, Fatimah perempuan pembeda di kampungnya. Di tengah derasnya arus nikah dini dan rendahnya minat berpendidikan formal di kehidupan masyarakat kampungnya, Fatimah justru bertekad pergi merantau ke kota untuk melanjutkan pendidikannya. Fatimah kukuh dengan pendiriannya meski orangtuanya terus memaksa agar dia mau menerima lamaran Sodik, juragan kapal ikan, suami mendiang kakaknya.
Penolakan Fatimah ternyata membuat juragan Sodik gelap mata. Dia tak hanya membujuk dan mengguna-gunai Fatimah lewat dukun kampung, tapi juga membayar orang-orang suruhan untuk menculik Fatimah.
Namun Fatimah tak goyah. Apalagi Datuk Pawang, bapak Semang Fatimah di perantauan, ikut menguatkan jalan pikiran Fatimah untuk terus sekolah demi mewujudkan cita-citanya sebagai guru bagi anak-anak di kampungnya.
Film berakhir happy ending. Juragan Sodik ditangkap polisi dan dipenjara atas perbuatan kriminal yang dilakukan orang-orang suruhannya. Sedang Fatimah berhasil menyelesaikan kuliahnya dan akhirnya diterima menjadi guru.
Film layar lebar berdurasi 75 menit, sepenuhnya diproduksi dari hasil gotong royong para seniman film, sastrawan dan teaterawan di Medan dan Deliserdang. Diangkat dari cerita pendek berjudul “Perawan Dari Seberang” karya Sastrawan Sumut, Sulaiman Sambas.
Sementara itu menurut Mansyur Nasution konsep pembuatan dan juga pendanaan dalam pengerjaan film “Sinandong Perawan” sepenuhnya merupakan hasil kerjasama para seniman. “Tidak ada dana pembuatan film itu mendapat bantuan dan dukungan dari instansi pemerintah,” kata menegaskan.
Diakui, sengaja memilih Cerpen karya Sulaiman Sambas bertema pendidikan yang mengambil setting kehidupan masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Utara yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, sebagai cerita untuk filmnya, demi menunjukkan kepada penonton akan keteguhan hati seorang perempuan muda dalam mewujudkan cita-citanya menjadi guru, sekaligus memperlihatkan kearifan budaya lokal masyarakat Melayu pesisir meskipun kehidupan mereka secara ekonomi serba sulit.
Sedangkan adanya tawaran kerjasama, baik Mansyur maupun Yan Amarni berharap, jika kerjasama dengan sineas Jogyakarta bisa terwujud dan berjalan sukses, akan ada kerjasama lainnya dalam bentuk pelatihan, workshop dan produksi film bersama pada masa mendatang.@
Rel/TimEGINDO.co