Simak Perbedaan Redenominasi Vs Sanering, Jangan Terkecoh!

nilai rupiah
Rupiah

Jakarta|EGINDO.co Bank Indonesia (BI) buka suara soal implementasi redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah.

Lantas, apa bedanya redenominasi dan sanering? Simak penjelasannya!.  Isu terkait redenominasi rupiah telah terjadi sejak sejak 13 tahun lalu.

Wacana redenominasi rupiah kembali mencuat saat konferensi pers Rapat Dewan Gubernur atau RDG Bank Indonesia pada Kamis (22/6/2023).

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan persiapan redenominasi rupiah telah dilakukan bank sentral sejak jauh-jauh hari.

Namun, dia menyatakan implementasi tersebut perlu mempertimbangkan sejumlah aspek.

“Jadi, redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, mulai dari masalah desain dan tahapan-tahapannya. Itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (22/6/2023).

Definisi Redenominasi

Melansir dari laman resmi Bank Indonesia (BI), bank sentral melakukan kajian pada 2010 mengenai penyederhaan dan penyetaraan nilai rupiah atau disebut dengan redenominasi.

Baca Juga :  Dolar AS Dekati Level Terendah 4 Bulan, Data Pekerjaan Jadi Sorotan

Hal tersebut sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian regional.

Dikutip dari situs ui.ac.id, redenominasi adalah proses menggelindingkan nol (0) dari nominal rupiah yang ada, dengan kata lain penyederhanaan nominal mata uang rupiah.

Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat. Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja.

Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang).

Sebagaimana rencana Kementerian Keuangan maupun BI, untuk menyederhanakan nilai rupiah dengan menghilangkan tiga nol, misal Rp1.000 menjadi Rp1.

Baca Juga :  Jepang Wajibkan Tes Covid-19 Saat Kedatangan Pelancong China

Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Redenominasi vs Sanering 

Perlu diperhatikan, redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.

Melansir dari laman resmi Kemenkeu, sebagai contoh sanering, semisal uang Rp10.000 kemudian diturunkan nilainya menjadi Rp10.

Jika sebelumnya harga semangkuk bakso itu Rp10.000, setelah dilakukan sanering maka harga bakso tersebut tetap sama.

Masyarakat perlu menyiapkan uang lebih tebal untuk dapat membeli semangkuk bakso.

Sejarah sanering atau pemotongan (nilai) uang di Indonesia, pernah terjadi pada Agustus 1959. Saat itu, uang pecahan Rp500 dan Rp1.000 rupiah diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100. Dengan kata lain, nilai uang dipangkas hingga 90 persen.

Baca Juga :  Kasus Omicron Di Indonesia Meningkat Diangka 1.400

Implementasi Redenominasi Rupiah

Baru baru ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, terdapat tiga faktor mengapa redenominasi di Indonesia tak kunjung diimplementasikan. Menurutnya, dalam menerapkan kebiajakn tersebut perlu pertimbangan dari beberap aspek.

Pertama, kondisi makro dalam situasi baik.

Kedua, stabilitas moneter dan sistem keuangan terjaga.

Ketiga, redenominasi akan diterapkan bila situasi sosial-politik yang kondusif.  Perry mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang bagus.

Namun, BI menilai penerapan redenominasi membutuhkan ketepatan momentum sambil tetap memerhatikan kondisi perekonomian global yang kini sedang melambat.

“Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita bagus stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar, dan kalau kondisi sosial politiknya tentu pemerintah lebih tahu,” tutur Perry, Kamis (23/6/2023).

Sumber: Bisnis.com/Sn

Bagikan :
Scroll to Top