Sertifikasi Kompetensi Mengemudi Bagi Calon Pengemudi

ilustrasi
ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto menjelaskan, Salah satu isi butir pasal dalam Undang – Undang lalu lintas dan angkutan jalan adalah bahwa untuk mendapatkan SIM ( Surat Izin Mengemudi ), calon pengemudi harus memiliki kopetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau latihan sendiri ( pasal 77 ). Bukti bahwa yang bersangkutan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan atau latihan sendiri adalah menerima sertifikat atau memiliki surat hasil verifikasi dari Sekolah mengemudi yang terakreditasi.

Ia katakan, Dalam pasal 9 ayat ( 1 ) angka Perpol Nomor 2 Tahun 2023 angka 3 mengatur pemohon wajib melampirkan foto copy beserta memperlihatkan sertifikat asli pelatihan mengemudi dari lembaga terakreditasi. Angka 3a : pemohon yang belajar sendiri juga harus melampirkan surat hasil verifikasi kompetensi mengemudi dari sekolah terakreditasi. Kebijakan Korlantas Polri yang mewajibkan bagi pemohon SIM untuk melampirkan sertifikat kompetensi mengemudi sebagai persyaratan administrasi atau melengkapi syarat administrasi dapat dilihat dari 2 ( dua ) sisi atau cara pandang.

Baca Juga :  Minyak Turun, FED Berupaya Pertahankan Penurunan Suku Bunga

Lanjutnya, Sisi pertama kita melihat dari prespektif hukum dan yang ke dua dari prespektif tuntutan kebutuhan yang berkembang di masyarakat konteksnya dengan masalah lalu lintas dan angkutan jalan. Dari kaca mata hukum ( yuridis ) bahwa kebijakan tersebut tidak berlebihan karena memang amanah Undang – Undang mengatakan demikian. Atau dengan pengertian lain bahwa kebijakan tersebut adalah menjalankan Undang – Undang lalu lintas dan angkutan jalan serta aturan turunannya.

Mantan Kasubdit Bin Gakkum Akbp ( P ) Budiyanto SSOS.MH mengatakan, Dari prespektif tuntutan kebutuhan konteksnya dengan masalah lalu lintas bahwa kebijakan tersebut untuk menekan angka kecelakaan yang dianggap masih cukup tinggi. Namun apapun alasan dengan adanya kebijakan bagi pemohon SIM untuk melampirkan sertifikat dan hasil verifikasi tentang kompetensi mengemudi kita maknai sbg hal positip, hanya mungkin perlu ada langkah – langkah secara paralel atau simultan tentang sistem pengawasan jangan sampai ada ruang yang diciptakan adanya penyalah gunaan wewenang oleh oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab baik di lembaga yang mengeluarkan surat sertifikasi dan Instansi yang menerbitkan SIM sehingga tujuan yang diharapkan tercapai, yakni : menekan angka kecelakaan lalu lintas dan meningkatkan kualitas calon pengemudi yang memiliki kompetensi yang memadai.

Baca Juga :  Perluasan Pembatasan Lalu Lintas Dengan Skema Ganjil - Genap

Ungkapnya, Kompetensi memiliki nilai yang cukup tinggi, dan dapat ber-efek sikap dan perilaku masyarakat yang positif serta dapat memberikan kontribusi yang positif pula pada saat beraktivitas di jalan. Dengan sikap dan perilaku yang baik di jalan diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggar dan secara paralel pun diharapkan dapat mencegah atau menghindari kecelakaan.

Dikatakan Budiyanto, Sikap dan perilaku seseorang merupakan bagian integral dari nilai- nilai yang terkandung dari arti Kompetensi itu sendiri. Bukti seseorang telah memiliki kompetensi, mencakup beberapa variabel, antara lain:
a. Kknowledge ( Ilmu pengetahuan ).
b. Skill ( Ketrampilan ).
c. aAttitude ( sikap & perilaku ).
Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan masing – masing Lembaga dan Instansi yang terkait didalamnya memiliki tanggung jawab dan chemestri yang sama dalam rangka untuk meningkatkan kompetensi calon pengemudi, dan sekaligus memiliki tanggung jawab untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas sesuai bidangnya secara proporsional.

Baca Juga :  Saham Tokyo Berakhir Naik Didukung Ekspektasi Penurunan Suku Bunga AS

Bagaimana lembaga atau sekolah mengemudi memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan calon pengemudi yang memiliki kompetensi dengan variabel tersebut diatas ( Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perilaku yang baik ) dan Instansi penerbit SIM bisa memastikan kompetensi tersebut dengan tetap memberikan edukasi dan pengawasan secara berkelanjutan.

“Jangan sampai karena ada titik lemah dalam bidang edukasi dan pengawasan, kebijakan tersebut menjadi tidak maksimal dalam implementasi di lapangan,”tutup Budiyanto.

Sumber:

Bagikan :
Scroll to Top