Segelintir Cerita Tentang Jakarta-ku

(tripsawy)
(tripsawy)

Jakarta | EGINDO.co – Jakarta, si ibukota negara yang penuh gemerlap kota metropolitan. Serba serbi kehidupan tersaji  disini. Ia menjadi saksi bisu keputusasaan dan harapan, rintihan dan kebahagiaan dari mereka yang mencari secercah harapan akan masa depan yang lebih baik.

Tak heran jika setiap tahun penduduk kota Jakarta semakin bertambah. Jakarta memang memiliki daya tarik luar biasa yang membuat masyarakat dari belahan wilayan Indonesia manapun untuk mengais rejeki. Perusahaan besar ada dimana-mana, kemudahan mendapatkan segala sesuatu sudah tak diragukan lagi.

Ada salah satu hal yang sangat identik jika kita mendengar kata Jakarta, yaitu macet. Bagi para pendatang, kemacetan Jakarta mungkin tidak dapat ditoleransi. Belum lagi ditambah dengan suhu udara yang panas dan polusi dimana-mana. Lalu, bagaimana hal itu dapat dilalui oleh mereka yang sudah lama tinggal di Jakarta? Tidak ada pilihan lain kecuali menikmati. Menikmati setiap detik kemacetan yang menguras waktu dan tenaga dan menjalaninya dengan lapang dada.

Baca Juga :  Rusli Tan: Penghasilan Dipajak, Sekolah Jangan Dipajak Lagi

Pemerintah sudah banyak melakukan cara untuk mengatasi macet. Salah satunya adalah dengan sistem ganjil genap. Hal ini dimaksudkan agar para pengemudi membatasi pemakaian mobil mereka hanya di tanggal tertentu. Hal ini memang akan sedikit mengurangi kemacetan. Namun jangan lupa, Jakarta adalah kota yang mementingkan gaya hidup dan penampilan.  Bagi beberapa kalangan dengan gaya hidup menengah ke atas,  tidak mungkin mereka mau keluar rumah dengan kendaraan umum yang penuh sesak dan harus berhimpitan dengan orang yang tak dikenal. Cara mudahnya, mereka akan “mengelabui” peraturan ganjil-genap dengan menipu plat nomor atau malah membeli mobil baru. Tentu hal ini menjadi PR baru pula bagi pemerintah untuk mencari solusi yang paling tepat mengatasi macet Jakarta atau cerita tentang kemacetan Jakarta tak akan usai.

Baca Juga :  Industri Kurir, Titipan Kilat Penggerak Roda UMKM

Kemacetan di Jakarta memang tak pandang waktu. Dari pagi buta saat semua orang memulai aktivitas, sampai malam hari ketika semua orang sudah lelah dan ingin segera pulang ke rumah. Tak jarang tempat tinggal mereka hanya menjadi persinggahan sementara. Pergi subuh, pulang malam. Katakanlah tak pernah melihat matahari.

Kesibukkan bekerja di Jakarta tak jarang menjadi masalah besar bagi pertumbuhan anak. Dengan begitu banyak waktu yang terbuang karena macet, ditambah waktu bekerja yang kadang tak kenal waktu, banyak anak “kehilangan” orangtuanya. Saat beranjak remaja, anak akan mencari perhatian lain diluar orangtuanya. Mulailah mereka masuk pada tahap pergaulan bersama teman sebaya yang bebas dan sudah tidak bisa lagi dikontrol oleh orangtua. Waktu dengan keluarga akan digantikan dengan jadwal hangout dengan teman. Miris rasanya melihat kehidupan yang seperti itu. Anak-anak  akan semakin jauh dari gambaran masa depan yang diinginkan orangtuanya.

Baca Juga :  Kemenperin Lepas Ekspor Minol Produksi Diageo Ke Thailand

Bagi kalian yang belum mencicipi kota Jakarta dan berencana untuk menjadi salah satu warganya, mungkin mulai bertanya “Apakah benar kata orang bahwa ‘Jakarta keras’?”. Jawabannya kembali lagi kepada masing-masing individu apakah mampu menjalani kehidupan dengan tantangan dan persaingan yang luar biasa di kota metropolitan ini. Siapkan diri akan resiko terburuknya.

 

Oleh : Grace H Immanuela

Bagikan :
Scroll to Top