Sangat Berbeda Pajak Kendaraan di Indonesia dari Malaysia, Harga Kendaraan Jadi Mahal

Arus kendaraan di kota Jakarta, Indonesia menandakan geliat ekonomi berlangsung. (Foto: Fadmin Malau)
Kendaraan di kota Jakarta, Indonesia harganya lebih mahal dari Malaysia (Foto: Fadmin Malau)

Jakarta | EGINDO.com – Peneliti Senior LPEM FEB UI, Riyanto, menegaskan bahwa perbedaan Perbandingan Pajak Kendaraan di Indonesia versus Malaysia membuat Indonesia sulit bersaing dalam hal harga kendaraan. “Kalau di Indonesia, pajak itu kira-kira 40 persen, sehingga sulit bagi kita menurunkan harga mobil kalau pajaknya masih setinggi sekarang,” katanya.

Kebijakan pajak memang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan negara dan daerah untuk menghimpun penerimaan. Landasan hukumnya mulai dari UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hingga UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Namun, perbandingan dengan Malaysia memperlihatkan adanya gap besar yang langsung terasa oleh konsumen maupun industri otomotif di Indonesia.

Sementara itu Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo, Kukuh Kumara, kembali membuka diskusi lama soal mahalnya kepemilikan kendaraan di Indonesia. Dia menyampaikan bahwa struktur pajak di dalam negeri terbilang paling tinggi di kawasan, bahkan bisa beberapa kali lipat dibandingkan Malaysia. “Sekian tahun yang lalu saya ditanya oleh perwakilan US Automotive Council. Mereka bilang pajak kamu paling tinggi di dunia. Saat dicek, ternyata memang begitu, saya tidak bisa berkata apa-apa,” ujar Kukuh di Jakarta, pada 25 Agustus 2025 lalu.

Kondisi tersebut terlihat jelas ketika dibandingkan dengan negara tetangga. Sebagai contoh, Toyota Avanza yang diproduksi di Indonesia bisa terkena pajak tahunan hingga Rp 5 juta.

Sebaliknya, ketika model yang sama masuk ke Malaysia sebagai produk impor, tarif pajaknya justru jauh lebih rendah, tidak sampai Rp 1 juta. “Di Thailand malah lebih rendah lagi, sekitar Rp 150 ribu,” katanya.

Instrumen perpajakan yang membuat biaya kepemilikan kendaraan di Indonesia jauh lebih tinggi bahwa setiap pembelian mobil baru di Indonesia langsung dibebani dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen (tanpa insentif). Pajak ini otomatis menaikkan harga kendaraan sejak awal. Tidak itu saja pemerintah juga masih menambahkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tarifnya bervariasi, terutama untuk mobil dengan kapasitas mesin besar atau dianggap mewah.

Selain pungutan pusat, ada lagi pajak daerah yang menambah panjang daftar beban konsumen. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) misalnya, bisa mencapai 12,5 persen di DKI Jakarta. Padahal, pungutan serupa tidak ditemukan di Malaysia maupun Thailand. Tidak hanya itu, setiap tahun pemilik mobil di Indonesia wajib membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang besarannya dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan. Ditambah lagi adanya kewajiban Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang dikelola PT Jasa Raharja, serta biaya administrasi untuk penerbitan STNK dan plat nomor yang muncul setiap lima tahun sekali. Struktur pajak berlapis ini menyebabkan porsi pajak dapat menyumbang hingga hampir 40 persen dari harga jual mobil. Berbeda dengan Malaysia yang hanya menerapkan kombinasi PPN sebesar 6 persen ditambah cukai tertentu untuk model tertentu, tanpa adanya beban tambahan seperti BBNKB.@

Bs/timEGINDO.com

Scroll to Top