Rusli Tan: Tidak Menjamin Barang Impor China Bisa Ditekan dengan Bea Masuk 200 persen

Dr. Rusli Tan
Dr. Rusli Tan

Jakarta | EGINDO.co – Tidak menjamin barang impor China bisa ditekan dengan bea masuk 200 persen. Untuk itu Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus berpikir ulang dengan rencana akan menerapkan kebijakan tarif bea masuk bagi barang asal China sebesar 200 persen. Hal itu dikatakan pengamat sosial, ekonomi kemasyarakatan Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.co kemarin di Jakarta menanggapi tengah meracang peraturan menteri untuk mengenakan bea masuk dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China. Kebijakan itu diambil Kemendag menyikapi perang dagang antara Negeri Tirai Bambu dengan Amerika Serikat (AS).

Menurut Rusli Tan, jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil tekstil, maka kebijakannya tidak bisa digeneralisir atau diterapkan kepada seluruh industri karena nantinya berdampak kepada maraknya peraktek penyeludupan barang ke Indonesia.

“Biaya masuk barang tidak dua ratus persen saja masih banyak penyeludupan barang maka kebijakannya harus dikhususkan untuk industri tertentu,” katanya menegaskan dan sebaiknya Kemendag mengidentifikasi persoalan pada setiap sektor industri dengan dibarengi kajian yang mendalam karena di Kemendag itu banyak para ahli tentang perdagangan.

Kemendag harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian yang komprehensif, bila tidak maka dampaknya banyak dan satu diantaranya diprediksi akan membuka potensi membanjirnya barang-barang illegal. Bila banyak masuk barang ilegal, industri dalam negeri akan terdampak dan bisa juga akan collapse. Multiefek yang bakal muncul harus dipikirkan oleh Kemendag sebelum mengeluarkan satu kebijakan karena banyak barang barang impor China yang masuk ke Indonesia.

Peraturan Menteri Perdagangan untuk mengenakan bea masuk dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China tidak bisa dilakukan begitu saja, harus mengaju kepada apa yang telah dilakukan Indonesia bersama dengan negara ASEAN lain yang memiliki berbagai perjanjian perdagangan bebas Free Trade Agremeent (FTA) sebagai upaya untuk meningkatkan transaksi perdagangan antar negara. Selain memiliki FTA dengan sesama negara-negara anggota ASEAN Free trade area (AFTA), ASEAN juga memiliki FTA dengan Korea Selatan, China, India, Jepang, Australia dan Selandia Baru, serta Hong Kong.

Kemudian merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.010/2022 Tahun 2022 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok (ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement) dimana dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia itu diatur menetapkan tarif bea masuk atas barang impor dari negara-negara anggota ASEAN yang meliputi Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, dengan Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok dalam rangka Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok atau ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement yang tercantum dalam Lampiran dari Peraturan Menteri itu. Dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok (ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement) sebagaimana tercantum dalam Lampiran, tarif bea masuk yang berlaku yakni tarif bea masuk yang berlaku secara umum.

Sebagaimana diberitakan EGINDO.co sebelumnya barang China bakal kena bea masuk 200 persen dan Menteri Perdagangan (Mendag) tengah meracang peraturan menteri untuk mengenakan bea masuk dengan nilai hingga 200 persen. Pasalnya menurut Mendag bahwa perang dagang China dan AS, menyebabkan terjadinya over capacity dan over supply di China, yang membanjiri Indonesia, termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak mereka. Over capacity dan over supply produk pakaian, baja, tekstil, dan lainnya yang terjadi di China membanjiri Indonesia sebagai penyebab perang dagang antara China dan US. Regulasi tentang peningkatan besaran biaya telah dikaji sebagai upaya dalam perlindungan terhadap industri lokal. Zulkifli menjelaskan bahwa permendag itu merupakan respons atas regulasi-regulasi sebelumnya tentang perdagangan dan perlindungan industri lokal yang belum memuaskan bagi semua pihak.@

Fd/timEGINDO.co

Scroll to Top