Jakarta | EGINDO.co – Tidak ada artinya dinaikkan cukai rokok sebab keinginan pemerintah dengan menaikkannya cukai rokok sepuluh persen pada tahun 2023 mendatang dapat membatasi anak-anak merokok tidak akan tercapai, tetap saja anak-anak akan merokok.
Hal itu dikatakan Dr. Rusli Tan, SH, MM seorang pemerhati masalah sosial ekonomi masyarakatan kepada EGINDO.co Sabtu (05/11/2022) di Jakarta bahwa bukan cukai rokok yang dinaikkan, akan tetapi cara menjual rokok yang perlu dipertegas.
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024 sangat disayangkan Rusli Tan sebab disamping tidak mencapai target agar anak-anak tidak merokok juga akan mempengaruhi pendapatan petani tembakau karena berpengaruh dengan naiknya cukai rokok.
Menurut Rusli Tan pemerintah mengatur cara menjual rokok sehingga anak-anak tidak bisa membeli rokok. Apa yang diinginkan dengan menaikkan cukai rokok tidak efektif kalau ingin anak-anak tidak merokok. “Dari dahulu hingga kini rokok dijual dalam bentuk “ketengan” sehingga memudahkan anak-anak berumur 12 tahun atau 18 tahun ke bawah gampang membelinya sebab uang jajan anak-anak itu bisa membeli rokok,” kata Rusli Tan.
Harusnya membeli rokok per bungkus atau beli rokok satu slop sehingga anak-anak tidak mampu membeli lagi. “Cara menjual rokok yang penting diatur bila memang ingin anak-anak tidak merokok, bukan menaikkan cukai rokok. Lain halnya jika pemerintah ingin mendapatkan devisa besar dari rokok,” kata Rusli Tan menegaskan.
Dinilainya, andaikata rokok hanya boleh dijual dalam bentuk slop dan harus membeli per slop maka dimungkinkan dapat menahan anak-anak tidak mampu membelinya sebab tidak cukup uang jajannya lagi membeli rokok sehingga anak-anak itu tidak merokok.
Hal itu yang harus dilakukan, mengapa tidak dilakukan dan bila cukai rokok dinaikkan membuat harga rokok per bungkus menjadi mahal akan tetapi bila dibeli dalam bentuk batangan, per batang maka tidak akan berpengaruh dengan cukai rokok yang dinaikkan. Artinya cukai rokok dinaikkan, tidak akan membuat anak-anak tidak merokok lagi sebab anak-anak itu membeli per batang. “Umumnya pembeli rokok itu per batang, per setengah bungkus dan per bungkus,” kata Rusli Tan menegaskan.
Dari dahulu juga begitu, umumnya orang membeli rokok “ketengan” atau eceran, tidak harus per bungkus akan tetapi membeli rokok per batang atau dua tiga batang dengan demikian harga rokok naik disebabkan cukai rokok dinaikkan tidak begitu berpengaruh dan tetap bisa merokok yang akhirnya tidak akan mengurangi orang merokok.
Bila memang tujuannya untuk mengurangi orang merokok dan membuat anak-anak tidak merokok maka baiknya penjualan rokok harus per selop sehingga akan mengurangi orang merokok sebab pembeli rokok menjadi terbatas.
Rusli Tan mempertanyakan apa sebenarnya tujuan dari menaikkan cukai rokok. Apakah untuk menahan agar anak-anak tidak merokok, atau mengurangi masyarakat Indonesia merokok atau bukan untuk itu cukai rokok dinaikkan.
Pertanyaan itu karena kondisi yang ada, kini impor tembakau sangat besar hampir 40 sampai 50 persen. Kalau sampai 60 persen atau 70 persen impor tembakau itu berbahaya sebab akan sulit mengendalikannya, harus Indonesia mengekspor tembakau sebagaimana dulunya Tembakau Deli dari Medan, Sumatera Utara sangat terkenal di luar negeri, terutama di Jerman. Kini terbalik keadaannya, tembakau impor yang banyak masuk ke Indonesia. “Harus tidak demikian, Indonesia harus menanam tembakau dalam jumlah besar sehingga menguasai ekspor tembakau dunia dan tembakau Indonesia sulit disaingi bangsa lain,” katanya.
Hal yang mengherankan rokok elektronik Rusli Tan, justru rokok elektronik yang banyak masuk ke Indonesia tidak memberikan keuntungan kepada pemerintah, harusnya rokok elektronik juga diatur sehingga tidak merugikan dalam pemasukan kepada negara dari rokok. Bukankah rokok elektronik juga digolongkan kepada rokok. “Jadi tidak tepat menaikkan cukai rokok bila ingin anak-anak tidak merokok dan juga tidak baik bagi perkembangan lapangan kerja dan peningkatan nasib para petani tembakau,” katanya menyimpulkan. @
Fd/TimEGINDO.co