Jakarta | EGINDO.com – Pemerintah tidak ada pilihan, tidak ada uang, kehabisan dana jadi mau tidak mau diambil dari eksport dan eksport tapi nantinya kemudian dijual lagi. “Saya pikir memang harus begitu caranya. Kalau tidak bukan saja Indonesia akan tetapi hampir semua negara di dunia terjadi masalah keuangan,” kata Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.com kemarin di Jakarta menanggapi tentang mewajibkan eksportir untuk menempatkan 100% Devisa Hasil Eksport (DHE) ke dalam sistem keuangan nasional.
Menurutnya apa yang dilakukan pemerintah Presiden Prabowo Subianto sudah tepat mewajibkan eksportir untuk menempatkan 100% Devisa Hasil Eksport (DHE) ke dalam sistem keuangan nasional yang kebijakannya berlaku mulai 1 Maret 2025 lalu. “Saya kira kita perlu mendukungnya karena tepat dilakukan,” kata Rusli Tan.
Dijelaskannya dengan mewajibkan eksportir untuk menempatkan 100% Devisa Hasil Eksport ke dalam sistem keuangan nasional maka semua ekspor sekarang ini semua dana tidak cairkan akan tetapi dananya ada di bank dengan dua belas bulan, pemerintah menahan dana dua belas bulan namun bisa dijual ke bank lain. “Kita mesti eksport, kalau tidak ekspor devisa dari mana? Dan kita untung ada kelapa sawit, untung ada batubara, untung ada pulp and paper yang dieksport kalau tidak ada bisa gawat karena tidak ada devisa,” katanya menegaskan.
Rusli Tan menilai, Indonesia kini masih bagus karena memiliki sumber daya alam yang bagus, ada kelapa sawit, ada batubara, ada pulp and paper dimana tidak semua negara memilikinya. Untuk itu negara yang memiliki sumber daya alam itu masih bagus seperti Indonesia, Malaysia untuk di Asian karen masih memiliki barang untuk eksport. “Untuk itu Indnesia juga melakukan penghematan dalam beberapa tahun kedepan. Harus berhemat-hemat,” kata Rusli Tan.
Ditambahkannya pada satu sisi industry juga butuh eksport untuk mendapatkan devisa, mendapatkan keuntungan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Untuk itu katanya pengusaha akan tetap mengutaman produksi agar mampu membayar gaji karyawan.
Sementara itu EGINDO.com melansir dari laman seskab.go.id, dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Prabowo menegaskan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk memperkuat perekonomian nasional dengan memastikan hasil eksport tidak mengalir keluar negeri, melainkan berputar di dalam negeri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Pemanfaatan sumber daya alam Indonesia harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. Kita ingin meningkatkan cadangan devisa, stabilitas nilai tukar, dan memastikan dana ini digunakan untuk kepentingan pembangunan nasional,” ujar Prabowo.
Disebutkan target tambahan Devisa hingga 100 Miliar Dolar AS. Kebijakan itu berlaku untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, sementara sektor minyak dan gas bumi masih mengikuti aturan yang berlaku sebelumnya dalam PP Nomor 36 Tahun 2023. Pemerintah memperkirakan bahwa dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, devisa hasil eksport Indonesia akan bertambah sekitar 80 miliar dolar AS pada 2025, dengan potensi peningkatan hingga lebih dari 100 miliar dolar AS dalam satu tahun penuh.
Fleksibilitas bagi Eksportir meskipun devisa harus disimpan di dalam negeri, pemerintah memberikan fleksibilitas kepada eksportir dalam penggunaannya. Dana tersebut dapat dikonversi ke rupiah untuk operasional bisnis, pembayaran pajak, pengadaan bahan baku, dividen dalam valuta asing, serta pembayaran kembali pinjaman barang modal. Pemerintah akan menerapkan sanksi tegas bagi eksportir yang tidak mematuhi kebijakan, termasuk penangguhan layanan eksport. Prabowo menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini guna memastikan dampak positifnya terhadap perekonomian nasional.@
Fd/bs/timEGINDO.com