Jakarta | EGINDO.com – Pemerintah suka sekali poya-poya, tidak efesian dalam penggunaan anggaran, suka sekali melakukan mark up dalam penggunaan anggaran. Padahal, mark up jelas-jelas merupakan modus laten korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pejabat pemerintah sepertinya tidak pernah mau belajar dari kesalahan.
Hal itu dikatakan pengamat sosial, ekonomi kemasyarakatan Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.com pada Minggu (16/2/2025) di Jakarta menanggapi gencarnya pemberitaan bahwa pemerintah Presiden Prabowo Subianto melakukan pemotongan anggaran.
“Presiden Prabowo pemotongan anggaran, bila pemotongan anggaran maka ekonomi semakin parah karena negara kurang belanja menjadi masalah besar. Jadi yang benar itu menurut saya harusnya bukan pemotongan anggaran akan tetapi efisiensi anggaran yakni yang tidak perlu jangan dipakai seperti mark up dan selama ini mark up sangat besar dimana harga ditetapkan pemerintah sangat mahal dibandingkan dengan harga di pasar,” katanya.
Rusli Tan menegaskan, pemerintah suka sekali poya poya menghabiskan anggaran, terutama diakhir tahun dengan berbagai kegiatan seperti seminar, lokakarya, studi banding dan lainnya, bila dievaluasi tidak ada manpaatnya, hanya untuk poya poya menghabiskan anggaran pemerintah. “Hampir semua departemen melakukan seminar, lokakarya, studi banding yang jor joran yang pada dasarnya hanya mencari judul saja dimana anggarannya luar biasa, mulai dari anggaran hotel, tempat dan lainnya,” katanya.
Menurutnya untuk meningkatkan kualitas aparat pemerintah bukan seminar, lokakarya atau studi banding akan tetapi lakukan pelatihan aparat pemerintah itu secara teruji pada departemennya masing-masing, bukan seminar, lokakarya di hotel hotel berbintang di daerah wisata maka menjadi pertanyaan, mau berwisata atau mau dilatih menjadi aparat pemerintah yang berkualitas. “Penggunaan anggaran oleh pemerintah harus dijelaskan kepada masyarakat, apa manpaatnya, apa yang diperoleh dari pengeluaran anggaran tersebut karena itu uang rakyat. Anehnya Departemen Keuangan yang menyetujui dan mengeluarkan anggaran tidak ada evaluasi. Departemen Keuangan harus melaporkan kepada masyarakat sehingga tidak seenaknya saja Depertemen Keuangan mengeluarkan anggaran karena itu uang rakyat maka wajib melaporkan, mempertanggungjawabkannya kepada rakyat,” kata Rusli Tan menjelaskan.
Rusli Tan meminta agar pemerintah sejalan omongan dengan perbuatan. Bila pemerintah ingin memotong anggaran atau melakukan efesiensi maka fakta di lapangan harus sama sehingga masyarakat dapat menerimanya, bukan sebaliknya katanya melakukan pemotongan anggaran, mau efesiensi akan tetapi faktanya di lapangan Kementerian sangat banyak ditambah lagi badan badan dan terlalu banyak staf khusus yang kerjanya tidak jelas dan tumpang tindih.
Jika benar ingin melakukan penghematan dan efisiensi maka harus dilakukan dengan cara Birokrasi dirampingkan bukan dilebarkan. ASN bermasalah pecat tanpa perlu prosedur yang berbelit-belit. Tidak perlu membangun gedung kantor besar besar karena era digital work from home bisa dilakukan. Pangkas anggaran studi banding yang tidak perlu. Pergunakan listrik dan air seperlunya. Bila melakukan perjalanan dinas dengan transport kelas ekonomi. Pangkas upacara seremonial protokoler dan sertijab. Terlalu banyak seminar, Hukum mati koruptor dan rampas asetnya untuk negara, hapus permainan anggaran yang tidak penting.
“Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan pemerintah, tanpa mengorbankan rakyat, melakukan efesiensi yang maksimal dalam menjalankan roda pemerintahan untuk meningkatkan roda perekonomian rakyat, karena faktanya lebih besar anggaran belanja aparat dari belanja pembangunan untuk rakyat,” kata Rusli Tan menegaskan.@
Bs/Fd/timEGINDO.com