Rusli Tan: Lakukan Hukum Perdagangan Bagi Produk Batu Bara

rusli tan
Dr. Rusli Tan, SH, MM

Jakarta | EGINDO.co – Dalam jual beli, hukum alam, hukum ekonomi, hukum perdagangan pasti lebih disukai konsumennya, termasuk konsumen domestik atau di dalam negeri. Mengapa harus pakai aturan Dometic Market Obligation (DMO) untuk kebutuhan listrik dalam negeri, pakai hukum jual beli yang seharusnya dikedepankan dengan yang sebenarnya.

Hal ini dikatakan Dr. Rusli Tan. SH. MM seorang pengamat ekonomi, bisnis kemasyarakatan kepada EGINDO.co Rabu (5/1/2022) menanggapi adanya larangan ekspor sementara Batu Bara, akhirnya Pemerintah mengubah aturan patokan batu bara Dometic Market Obligation (DMO) untuk kebutuhan listrik dalam negeri.

Menurutnya, DMO harus dilakukan secara hukum alam, hukum ekonomi yakni dalam jual beli harus jelas tentang harga, pembayaran. “Bagaimana pembayarannya apakah sudah benar. Coba pembayaran di depan, pasti produsen mau menjualnya, bisa lebih murah sebab bayar di depan. Beda dengan pembayaran di belakang atau pasca bayar pasti lebih mahal,” katanya.

Rusli Tan mengatakan buat aturan harus bayar di depan sebagaimana hukum perdagangan maka penjualan batu bara di dalam negeri akan lancar. DMO harusnya tidak berdiri sendiri akan tetapi ada perangkat yang mendukungnya yakni hukum perdagangan. Barang yang dibayar di depan itu harganya lebih murah dan prodaknya akan terjamin ketersediaannya dari pada barang yang pembayarannya di belakang atau pasca bayar. “Hukum perdagangan, pra bayar akan lebih murah dan pasokan terjamin dan itu yang harus dilakukan untuk batu bara,” kata Rusli Tan memberikan solusi.

Menurutnya, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengubah DMO dari yang saat ini hanya 25% menjadi evaluasi per bulan masih sulit dilakukan selama perangkat pendukungnya tidak dilakukan yakni memberlakukan hukum perdagangan. Kini era pra bayar, semuanya pra bayar seperti bayar listrik, beli pulsa dan berbagai prodak lainnya.

Untuk itu katanya perdagangan batu bara harus dikembalikan kepada hukum alam, hukum ekonomi, hukum perdagangan. Larangan mengekspor itu sama dengan melarang untuk berbisnis dan ekspor yang besar itu satu prestasi dan memberikan menguntungan buat banyak pihak, termasuk mendatangkan devisa bagi negara. “Larangan ekspor sama dengan melarang berjualan, berbisnis. Harusnya ketika permintaan ekspor ada maka produksi harus ditingkatkan,” katanya.

Pada sisi lain Rusli Tan mengatakan harus mencari energy terbarukan untuk kebutuhan listrik dimana keinginan menciptakan lingkungan yang ramah bisa terwujud. Keinginan mewujudkan “langit biru” harus diwujudkan.

Menurut Rusli Tan bisa jika mau mencari pengganti energy batu bara seperti menggunakan peat untuk energy. Diakui Rusli, pernah mencari energy terbaru untuk kebutuhan pabrik sampai ke Firlandia yakni peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.

Katanya bisa dan di Firlandia untuk energy seperti listrik sudah menggunakan energy terbarukan. “Jadi mencari energy terbarukan penting dan soal penjualan batu bara sudah waktunya dikembali kepada hukum perdagangan agar pertumbuhan industry di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang,” katanya menandaskan.@

Fd/TimEGINDO.co

 

Scroll to Top