Jakarta|EGINDO.co Kurs rupiah kembali tertekan pada awal perdagangan hari ini, Selasa (2/9/2025). Data Bloomberg menunjukkan rupiah dibuka turun 13 poin atau 0,08% ke level Rp16.431,5 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada saat yang sama, indeks dolar AS sedikit terkoreksi 0,01% ke posisi 97,76.
Pelemahan tidak hanya terjadi pada rupiah, melainkan juga melanda sebagian besar mata uang Asia. Yen Jepang turun 0,32%, ringgit Malaysia merosot 0,7%, dolar Singapura terdepresiasi 0,09%, sedangkan yuan China melemah 0,04%.
Sehari sebelumnya, Senin (1/9/2025), rupiah justru sempat ditutup menguat signifikan 81 poin atau 0,49% di Rp16.418,5 per dolar AS.
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, pergerakan rupiah hari ini diperkirakan fluktuatif, namun peluang penguatan pada penutupan tetap terbuka di kisaran Rp16.370–Rp16.430 per dolar AS. Ia menilai kombinasi faktor eksternal dan domestik akan menentukan arah rupiah.
Dari eksternal, pasar global masih menaruh harapan pada penurunan suku bunga The Federal Reserve sebesar 25 basis poin pada September. Berdasarkan perangkat CME FedWatch, probabilitas penurunan suku bunga tersebut mendekati 90%. Ketidakpastian politik di AS juga menambah volatilitas, setelah Presiden Donald Trump berupaya memberhentikan Gubernur The Fed Lisa Cook, meski langkah tersebut kini tengah dipersoalkan di pengadilan.
Selain itu, keputusan pengadilan banding AS yang menyatakan sebagian tarif impor China era Trump ilegal juga memicu pertanyaan soal arah kebijakan perdagangan AS. Menurut laporan Reuters, tarif tersebut tetap berlaku hingga 14 Oktober mendatang sambil menunggu proses banding ke Mahkamah Agung.
Sementara dari dalam negeri, kabar positif datang dari sektor manufaktur. Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia versi S&P Global naik ke 51,5 pada Agustus 2025, dari 49,2 di bulan sebelumnya. Kenaikan ini menjadi ekspansi pertama dalam lima bulan terakhir sekaligus level tertinggi sejak Maret. CNBC Indonesia melaporkan, rebound produksi dan pesanan baru menjadi pendorong utama perbaikan ini, yang sekaligus memberi sinyal positif bagi daya tahan ekonomi domestik.
Sumber: Bisnis.com/Sn