Rupiah Dibuka Melemah ke Rp16.329,5 per Dolar AS, Pasar Waspadai Sentimen Eksternal

ilustrasi
ilustrasi

Jakarta|EGINDO.co  Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada awal perdagangan hari ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah tergelincir 0,06% atau 9,50 poin ke posisi Rp16.329,5 per dolar AS, mencerminkan kehati-hatian pelaku pasar di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.

Secara bersamaan, indeks dolar AS justru mengalami pelemahan tipis sebesar 0,01% menjadi 97,63, seiring ketidakpastian geopolitik dan arah kebijakan moneter Negeri Paman Sam. Di sisi lain, pergerakan mata uang Asia terpantau beragam: yen Jepang dan rupee India melemah masing-masing 0,12% dan 0,13%, sedangkan won Korea dan peso Filipina menguat tipis 0,19% dan 0,11% terhadap dolar AS.

Menurut Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, kurs rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah di rentang Rp16.310 hingga Rp16.360 sepanjang hari ini.

“Pasar merespons keputusan AS memangkas tarif impor atas produk Jepang dari 25% menjadi 15%. Kebijakan ini memunculkan optimisme akan tercapainya perjanjian serupa dengan negara lain,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).

Namun, di tengah kabar positif tersebut, muncul tekanan lain dari dalam negeri AS sendiri. Ketegangan antara eks Presiden Donald Trump dan The Federal Reserve kembali mencuat, setelah Trump melontarkan kritik terhadap proyek renovasi gedung The Fed yang telah direncanakan lama. Situasi ini dinilai memicu kekhawatiran pasar atas independensi bank sentral AS, yang pada gilirannya meningkatkan tekanan pada pasar mata uang global.

Dari sisi domestik, pemerintah Indonesia tetap menjaga nada optimisme. Meski pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal terakhir sempat mengalami perlambatan, target pertumbuhan sebesar 5,2% untuk tahun ini masih dianggap realistis.

“Kenaikan indeks keyakinan konsumen menjadi 117,8 dan pertumbuhan indeks penjualan riil ke level 233,7 menjadi indikator bahwa konsumsi masyarakat mulai pulih,” jelas Ibrahim.

Mengutip Kontan, sentimen eksternal seperti arah suku bunga The Fed dan ketegangan dagang AS-Jepang menjadi dua faktor utama yang saat ini membayangi pasar keuangan global. Sementara menurut laporan CNBC Indonesia, pelaku pasar juga menanti data inflasi utama dari AS serta arah kebijakan fiskal beberapa negara G20 yang bisa mempengaruhi arus modal global dalam waktu dekat.

Sumber: Bisnis.com/Sn

Scroll to Top