Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Penerapan restoratif justice dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas sangat tepat & relevan dengan tidak mengesampingkan kerugian dari korban akibat dari kelalaian si pengemudi. Penyelesaian dengan metode Restoratif justice lebih penekanan pengembalian pada situasi kondisi semula dengan membuang jauh- jauh pemikiran balas dendam dan sebagainya.
Lanjutnya, Namun demikian tetap menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah dan nilai – nilai kemanusiaan atau hak azasi manusia. Pelibatan dari pihak – pihak yang terlibat kecelakaan dan pihak luar adalah dalam rangka mencari cara – cara penyelesaian yang berkeadilan dengan menempatkan pada posisi kedudukan yang sama.
Ia katakan, Kecelakaan lalu lintas pada hakekatnya suatu kejadian atau peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa kendaraan lain yang mengakibatkan kerugian harta benda dan/ atau korban jiwa.
“Tidak ada kesengajaan, dan semua orang pasti tidak menginginkan adanya kejadian tersebut, “ujarnya.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP ( PÂ ) Budiyanto menjelaskan, Dengan adanya penyelesaian dengan metode restorative justice akan dapat diterima banyak pihak untuk mengembalikan pada kondisi semula dan menghilangkan pikiran balas dendam. Persyaratan untuk menyelesaikan perkara dengan restoative justice tetap mengacu pada aturan baku, antara lain:
a. Tindak pidana ancaman dibawah 7 tahun.
b. Bukan perbuatan ulangan, dan
c. Bukan residivis.
Penyelesaian perkara Tindak pidana dgn metode Restorative jastice perlu dikembangkan dan menjadi role model thd penyelesaian perkara pidana yg ancamannya dibawah 7 ( tujuh ) tahun.
Ungkapnya, Walaupun pada akhirnya apabila penyelesaian dengan metode restorative justice tidak tercapai kesepakatan tetap akan melalui Pengadilan.
“Tetapi yang lebih penting bahwa semangat restoratif justice tetap harus berjalan,”tegas Budiyanto.
@Sadarudin