Rencana Zero ODOL Jawa Barat 2026 Dikritik, Dinilai Bertentangan dengan Kebijakan Nasional

Ilustrasi truk ODOL.
Ilustrasi truk ODOL.

Jakarta|EGINDO.co Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana menerapkan kebijakan zero Over Dimension Over Loading (ODOL) pada 2026, lebih cepat satu tahun dibandingkan aturan pemerintah pusat yang baru akan diberlakukan pada Januari 2027. Kebijakan ini memicu sorotan dari berbagai kalangan, termasuk pakar hukum dan praktisi transportasi.

Valerianus Beatae Jehanu, pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, menilai bahwa Surat Edaran Gubernur Jabar terkait zero ODOL tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak di luar lingkup pemerintahan provinsi. Menurutnya, implementasi aturan tersebut terhadap perusahaan atau pihak eksternal dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. “Surat edaran sifatnya administratif dan tidak bisa memaksakan kepatuhan pada pihak-pihak yang bukan bagian dari pemerintah provinsi,” tegas Valerianus, Jum’at (28/11/2025),

Selain itu, Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), menekankan bahwa transportasi logistik merupakan urusan nasional. Penerapan regulasi yang berbeda di setiap daerah berpotensi mengganggu kelancaran arus barang dan distribusi logistik di seluruh Indonesia. Ia menambahkan bahwa keseragaman aturan menjadi kunci agar sektor logistik berjalan efisien dan tidak menimbulkan hambatan operasional.

Kebijakan zero ODOL bertujuan meningkatkan keselamatan jalan, mengurangi kerusakan infrastruktur, serta menekan risiko kecelakaan akibat kendaraan muatan berlebih. Namun, percepatan penerapannya di tingkat provinsi menuai perdebatan terkait harmonisasi aturan antara pemerintah daerah dan pusat, terutama dalam konteks transportasi nasional yang memerlukan koordinasi lintas wilayah.

Kasus ini menyoroti tantangan pemerintah daerah dalam menegakkan regulasi keselamatan transportasi, sekaligus pentingnya keselarasan kebijakan agar tidak mengganggu aktivitas logistik nasional.

Selain itu, Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), menekankan bahwa transportasi logistik merupakan urusan nasional. Penerapan regulasi yang berbeda di setiap daerah berpotensi mengganggu kelancaran arus barang dan distribusi logistik di seluruh Indonesia. Ia menambahkan bahwa keseragaman aturan menjadi kunci agar sektor logistik berjalan efisien dan tidak menimbulkan hambatan operasional.

Kebijakan zero ODOL bertujuan meningkatkan keselamatan jalan, mengurangi kerusakan infrastruktur, serta menekan risiko kecelakaan akibat kendaraan muatan berlebih. Namun, percepatan penerapannya di tingkat provinsi menuai perdebatan terkait harmonisasi aturan antara pemerintah daerah dan pusat, terutama dalam konteks transportasi nasional yang memerlukan koordinasi lintas wilayah.

Kasus ini menyoroti tantangan pemerintah daerah dalam menegakkan regulasi keselamatan transportasi, sekaligus pentingnya keselarasan kebijakan agar tidak mengganggu aktivitas logistik nasional. (Sn)

Scroll to Top