Refund Tiket Pesawat Harus Dengan Uang, Bukan Voucher

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Medan | EGINDO.co – Refund tiket pesawat harus dengan uang bukan voucher. Refund harus dalam wujud uang, bukan voucher. Hal itu sesuai dengan hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha jasa transportasi udara. Hubungan hukumnya merujuk pada KUHPerdata, hubungan hukum yang terbentuk diantara para pihak terjadi karena penutupan perjanjian bertimbal balik dalam bentuk jual beli tiket.

Hal itu dikatakan Dr. Hamdani Nasution, SH, MH seorang pakar hukum komsumen dan akademisi bidang hukum pelayanan masyarakat  kepada EGINDO.co belum lama ini di Medan sehubungan banyak konsumen pengguna jasa penerbangan merasa diperlakukan tidak adil.

Hamdani menilai apa yang dirasakan konsumen ketidakadilan itu dimana Maskapai mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan (dalam hal ini jasa untuk mengangkut konsumen melalui moda angkutannya) dan konsumen mengikatkan diri untuk membayar harga yang dijanjikan.

Fakta yang ada, pembayaran tiket secara penuh selalu dipersyaratkan untuk dilakukan di depan sebelum tiket diterbitkan oleh Maskapai. Dengan demikian, dalam tahapan pembelian, konsumen telah memenuhi prestasinya untuk melakukan kewajiban pembayaran yang disisi lain menimbulkan kewajiban secara berimbang bagi Maskapai untuk melaksanakan pengangkutan sesuai dengan jadwal yang disepakati di dalam tiket.

Baca Juga :  Meta merilis Versi Awal model AI Llama 3

“Dalam hubungan ini, dapat disimpulkan bahwa, konsumen bertindak sebagai Kreditur atau pihak yang berhak atas pemenuhan suatu prestasi dan Maskapai sebagai Debitur atau pihak yang wajib melakukan kontraprestasi,” katanya menjelaskan.

Berdasarkan Privity of Contract Theory, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, akan tetapi hal itu baru dapat dilakukan apabila diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.

Ditegaskannya, pemerintah telah mengatur kebijakan berdasarkan Permenhub Nomor PM 185 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Merujuk pada PM 185/2015, pada Pasal 10 ayat (1) ditegaskan bahwa Maskapai wajib mengembalikan biaya jasa angkutan udara yang telah dibayarkan oleh calon penumpang (refund tiket). Lebih lanjut pada ayat (3) Pasal 10 mengatur bahwa jumlah Refund yang harus diberikan, dengan ketentuan pertama untuk penerbangan dengan kelompok pelayanan full service, dilakukan pemotongan biaya administrasi sebesar 20%.

Baca Juga :  Franky Oesman Widjaja: Smartfren Pahami Penting Pusat Data

Kedua, untuk penerbangan dengan kelompok pelayanan medium service, dilakukan pemotongan biaya administrasi sebesar 15% dan ketiga untuk penerbangan dengan kelompok pelayanan no-frills, dilakukan pemotongan biaya administrasi sebesar 10%.

Selanjutnya jadwal pengembalian diatur dalam Pasal 10 ayat (5) PM 185/2015, selambat-lambatnya yaitu: a) 15 hari kerja sejak pengajuan dalam hal tiket dibeli secara tunai; dan (b) 30 hari kerja sejak pengajuan dalam hal pembelian dengan kartu kredit.

Menurut Hamdani, refund tiket pesawat dalam bentuk voucher itu bila memang konsumen menginginkan karena ingin pemesanan kembali tiket maskapai untuk jadwal dan rute sesuai dengan pilihan Konsumen. “Jadi alternatif atau kemauan dari konsumen, bukan dari maskapai sehingga konsumen tidak mempunyai pilihan lain selain menggunakan voucher,” katanya menegaskan.

Baca Juga :  Jepang Temukan Jenazah Awak F-15 Yang Hilang

Bukan dari kemauan maskapai akan tetapi kemauan dari konsumen sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Adanya UUPK mengatur sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dapat diselesaikan menggunakan jalur litigasi dan jalur non litigasi.

Kata Handani, lembaga menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang merupakan badan yang bertugas menanganai dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan. BPSK berdasarkan Pasal 52 Undang Undang Perlindungan Konsumen, memiliki kewenangan untuk melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.@

Fd/TimEGINDO.co

 

Bagikan :
Scroll to Top