Bangkok | EGINDO.co – Raja Thailand Maha Vajiralongkorn mengambil sumpah Perdana Menteri Srettha Thavisin dan para menteri kabinet dalam pemerintahan koalisi yang terdiri dari 11 partai pada Selasa (5 September).
Srettha, yang partainya Pheu Thai memimpin koalisi, dan 33 menteri kabinetnya berjanji setia kepada monarki dalam upacara di Istana Dusit di Bangkok.
Dia diangkat menjadi perdana menteri oleh Parlemen pada 22 Agustus setelah penundaan selama berminggu-minggu karena ketidaksepakatan mengenai pembentukan koalisi yang dibentuk oleh partai yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu bulan Mei, partai Move Forward.
Pemerintah akan menyampaikan pernyataan kebijakannya kepada parlemen pada hari Senin.
Srettha, seorang miliarder lulusan AS berusia 61 tahun dan mantan presiden pengembang properti mewah Sansiri, mengatakan bahwa pemerintahannya akan fokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
“Pemerintahan ini adalah pemerintahan rakyat… kita semua di sini sebagai wakil rakyat,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi setelah dilantik.
“Ada banyak masalah jadi kami akan bekerja tanpa kenal lelah setiap hari… kami akan memenuhi tuntutan masyarakat.
“Saya percaya inilah saatnya kita harus bekerja sama dan memberikan Kabinet ini kesempatan untuk mulai menangani semua masalah, baik ekonomi, sosial (atau) politik.”
Kabinet Srettha terdiri dari enam partai yang tergabung dalam koalisi 11 partai Pheu Thai.
Ini mencakup sejumlah menteri yang menjabat di pemerintahan Prayuth Chan-o-cha sebelumnya, termasuk Anutin Charnvirakul, yang mengambil alih Kementerian Dalam Negeri setelah menjabat sebagai menteri kesehatan masyarakat dan mempelopori dekriminalisasi ganja.
Warga lain yang kembali adalah Thammanat Prompao, yang pernah menjabat sebagai wakil menteri pertanian meskipun pernah dihukum dan dipenjara di Australia pada tahun 1994 sehubungan dengan penyelundupan heroin. Dia adalah menteri pertanian yang baru.
Sutin Klungsang, tokoh penting di Pheu Thai, diangkat menjadi menteri pertahanan. Dia adalah warga sipil pertama di Thailand yang memegang portofolio pertahanan tanpa menjadi perdana menteri.
Penunjukan tersebut dipandang sebagai upaya Pheu Thai untuk menenangkan kelompok kaos merah dan pendukung partai, kata Asisten Profesor Napisa Waitoolkiat, direktur Pusat Studi Komunitas ASEAN di Universitas Naresuan.
Hal ini terjadi setelah Pheu Thai beralih dari koalisi berkuasa dengan pemenang pemilu Move Forward, dan malah bergabung dengan partai-partai pro-militer untuk membentuk pemerintahan.
“Pheu Thai benar-benar kehilangan kepercayaan di antara para pemilihnya. Banyak pendukung yang marah karena pimpinan tertinggi memutuskan untuk bersekutu dengan militer. Ini (telah mengurangi) legitimasi Pheu Thai sebagai partai pro-demokrasi,” katanya kepada Asia First CNA938 pada hari Rabu.
“Jadi, posisi pertahanan tidak boleh berada di tangan militer. Hal itu jatuh ke tangan Sutin, yang sangat dihormati di kalangan kaos merah. Ini adalah kompromi untuk menenangkan pendukung Pheu Thai dan kaos merah.”
Pheu Thai mengatakan anggota koalisi mendukung platform partainya untuk meningkatkan perekonomian, termasuk dengan meningkatkan upah minimum, dan langkah-langkah lainnya. Mereka juga akan mendukung agar ganja medis tetap legal dan berupaya mengamandemen konstitusi untuk membantu negara menjadi lebih demokratis.
Namun, tidak ada rencana untuk mengubah undang-undang yang melarang pencemaran nama baik kerajaan, sebuah reformasi yang ditolak keras oleh elit penguasa konservatif di negara tersebut.
Srettha, yang juga menjabat menteri keuangan negara itu, mengatakan dia akan mengadakan rapat kabinet pada hari Rabu dan melakukan perjalanan ke provinsi timur laut Khon Kaen, Udon Thani dan Nongkhai pada hari Jumat untuk bertemu masyarakat dan mencari tahu lebih banyak tentang masalah mereka.
Apa langkah selanjutnya bagi Srettha Thavisin setelah dia menjadi PM Thailand? Dengarkan Koresponden CNA:
Sumber : CNA/SL