Proyek MRT, LRT, dan Utilitas Perparah Kemacetan Jakarta

Ilustrasi kemacetan di Jakarta
Ilustrasi kemacetan di Jakarta

Jakarta|EGINDO.co Pengamat transportasi dan hukum, AKBP (Purn) Budiyanto, SH, SSos, MH, mengungkapkan bahwa pembangunan fase kedua Mass Rapid Transit (MRT) dari Bundaran Hotel Indonesia hingga Stasiun Kota, serta pembangunan Light Rail Transit (LRT) dari Velodrome Pulo Mas hingga Manggarai, telah berimbas pada berkurangnya kapasitas jalan yang dilalui proyek tersebut.

Menurut Budiyanto, proyek-proyek tersebut telah dimulai dengan Analisis Dampak Lalu Lintas (Amdal Lalin) sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi kemacetan, termasuk pelaksanaan rekayasa lalu lintas agar pergerakan kendaraan tetap dinamis dan tidak mengalami kemacetan total. Namun, pada kenyataannya, distribusi arus lalu lintas saat jam sibuk, seperti saat keberangkatan dan kepulangan kerja, belum merata, sehingga kemacetan masih sering terjadi di sejumlah ruas jalan, seperti Jalan Pemuda, Jalan Pramuka, Jalan Tambak, dan kawasan Salemba.

Baca Juga :  India Berharap Mengekspor Vaksin Covid-19 Pada Akhir Tahun

Situasi ini semakin diperparah oleh adanya pembangunan proyek utilitas, seperti pemasangan kabel telepon, listrik, serta jaringan air Perusahaan Air Minum (PAM), yang berdampak pada tidak berfungsinya trotoar. Akibatnya, pejalan kaki terpaksa menggunakan bahu jalan dan sebagian badan jalan, yang pada akhirnya mempersempit ruang untuk kendaraan.

Budiyanto menekankan pentingnya adanya prioritas dalam pembangunan proyek-proyek tersebut, atau setidaknya pengaturan waktu agar tidak dilaksanakan secara bersamaan. Ia menambahkan bahwa kapasitas jalan yang berkurang serta munculnya titik-titik “bottle neck” mengakibatkan kemacetan yang luar biasa.

Selain itu, mantan Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum (Kasubdit Bin Gakkum), Budiyanto, SH, SSos, MH, juga menyatakan bahwa edukasi bagi pengguna jalan harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan untuk mengajak masyarakat tertib berlalu lintas dan tidak memberikan kontribusi terhadap kemacetan. Penempatan petugas di titik-titik rawan, baik secara stasioner maupun patroli, menjadi bagian penting dari manajemen rekayasa lalu lintas.

Baca Juga :  Jepang Dapat Paket Pertama Vaksin Covid-19 AstraZeneca Dari AS

Secara paralel, penegakan hukum tetap harus dijalankan, baik yang bersifat represif berupa penilangan, maupun tindakan non-justice seperti teguran. Pembiaran terhadap pelanggaran lalu lintas, menurutnya, hanya akan memperparah kemacetan.

Ia juga menekankan pentingnya pengawasan agar setiap perencanaan dan implementasi proyek berjalan sesuai dengan rencana. Disiplin berlalu lintas dan kesabaran di jalan raya harus ditanamkan dalam diri setiap pengguna jalan untuk mencegah kemacetan semakin memburuk. (Sn) 

 

Bagikan :
Scroll to Top