Tapanuli Selatan|EGINDO.co Konflik informasi mewarnai perdebatan terkait status izin penebangan kayu di Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk wilayah Tapanuli Selatan (Tapsel), setelah klaim dari Gus Irawan Pasaribu selaku Bupati Tapsel yang menyebut izin penebangan dibuka kembali pada Oktober 2025.
Menurut Gus Irawan, izin tersebut — yang semula sempat dibekukan — telah dibuka kembali oleh Kemenhut pada bulan Oktober 2025. Pernyataan ini dilontarkannya usai banjir bandang dan longsor di kawasan Batangtoru, Tapsel, pada 25 November 2025. Ia menuding bahwa pembukaan izin penebangan tersebut merupakan faktor yang memungkinkan keluarnya kayu gelondongan dari hulu, yang kemudian terbawa banjir.
Namun, klaim tersebut langsung dibantah oleh Kemenhut. Dalam siaran pers yang dirilis pada 2 Desember 2025, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Laksmi Wijayanti, menegaskan bahwa informasi mengenai pembukaan izin penebangan di Tapsel pada Oktober 2025 adalah “tidak benar.”
Menurut Laksmi, sejak Juni 2025 Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah memerintahkan evaluasi menyeluruh atas layanan SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan). Untuk itu, dengan Surat Dirjen PHL No. S.132/2025 tertanggal 23 Juni 2025, layanan SIPUHH dihentikan sementara bagi seluruh Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), termasuk di wilayah Tapsel.
Lebih lanjut, Laksmi menyatakan bahwa sejak Juli 2025 — dan hingga saat kini — belum ada satupun PHAT di Kabupaten Tapanuli Selatan yang diberikan akses SIPUHH. Artinya, secara resmi Kemenhut tidak membuka izin penebangan/tata-usaha kayu melalui mekanisme legal di Tapsel sejak moratorium diberlakukan.
Di sisi lain, Kemenhut mengakui bahwa memang terjadi tindakan ilegal terkait kayu di wilayah tersebut. Pada 4 Oktober 2025, petugas dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) bersama Pemkab Tapsel menangkap empat truk bermuatan kayu — volume sekitar 44 meter kubik — yang diduga berasal dari PHAT yang telah dibekukan.
Kemenhut menjelaskan bahwa penangkapan itu bukan sebagai bukti legalitas izin penebangan baru, melainkan bagian dari upaya penegakan hukum terhadap dugaan penyalahgunaan dokumen HAT/PHAT dan peredaran kayu ilegal.
Akibat perbedaan klaim ini, muncul kebingungan di kalangan masyarakat, pemangku kebijakan, serta para aktivis lingkungan. Sebagian pihak mendesak agar dilakukan audit transparan terhadap seluruh dokumen perizinan dan peredaran kayu di Tapsel. Sementara itu, Kemenhut menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik ilegal dan memastikan tidak ada kompromi terhadap regulasi kehutanan. (Sn)