Oleh: Ir. Fadmin Malau
Berita beredarnya pupuk palsu seperti tidak pernah berhenti. Harusnya tidak demikian karena pupuk merupakan produk strategis bagi para petani. Pupuk berkaitan erat dengan keberhasilan produksi dan kualitas hasil pertanian.
Petani tidak berdaya sebab tidak mudah untuk menilai pupuk palsu. Untuk memastikan apakah pupuk yang dipergunakan petani itu adalah pupuk asli atau pupuk palsu harus ada pembuktiannya, harus ada pengujian. Jika dari bentuk dan rupa, tidak jauh berbeda pupuk asli dengan pupuk palsu.
“Kami tidak bisa berbuat apa-apa ketika mempergunakan pupuk yang ternyata pupuk palsu. Baru diketahui pupuk yang digunakan itu adalah pupuk palsu ketika umur tanaman sudah siap panen akan tetapi pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman anjlok dan hasil kualitas tanaman buruk,” kata Junaidi Tanjung (58) seorang petani di Desa Barambang Kecamatan Sosor Gadong, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara menjawab pertanyaan EGINDO.co tentang pupuk palsu.

Diakuinya, petani tidak berdaya menghadapi beredarnya pupuk palsu. Ketidakberdayaan petani menghadapi beredarnya pupuk palsu itu dialami hampir semua petani di Indonesia. Bila petani sudah mempergunakan pupuk palsu maka petani itu dirugikan. Komoditi pertanian, tanaman tidak berhasil, produksi pertanian anjlok dan kualitas hasil pertanian buruk.
Petani rugi karena biaya operasional pertanian mulai dari biaya membeli pupuk, biaya mengolah tanah, membeli benih atau bibit tanaman tidak mampu mengembalikannya dari hasil pertaniannya. Anjloknya produksi dan kualitas hasil pertanian disebabkan petani memakai pupuk palsu.
“Mau dikatakan apa lagi kalau sudah rugi, hasil pertanian anjlok, gagal penen sangat menyakitkan bagi semua petani,” kata Junaidi Tanjung.
Diakuinya, tidak ada seorang petani yang mau mempergunakan pupuk palsu sebab akan merugikan bagi petani itu sendiri karena produksi tanaman anjlok dan kualitas hasil panen buruk serta fungsi tanah dan lingkungan menjadi rusak.
Menurutnya petani tidak berdaya maka pemerintah harus serius memberantas beredarnya pupuk palsu. “Pemerintah seharusnya bisa memastikan pupuk yang beredar atau pupuk yang dipergunakan para petani itu asli. Bila terdapat pupuk palsu maka diberi hukuman berat kepada yang mengedarkannya,” kata Junaidi Tanjung berharap.
Katanya pemerintah harus melakukan pengawasan yang ketat, mulai dari pupuk diproduksi di pabrik sampai kepada pendistribuan pupuk kepada petani.
Apa yang dikatakan Junaidi Tanjung sangat didukung Syahrir Simamora (55) seorang petani di Desa Sihorbo Kecamatan Barus Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara kepada EGINDO.co bahwa pemerintah harus serius melakukan pengawasan peredaran pupuk sehingga tidak masuk pupuk palsu.
Mantan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Dr. Ir. Alridiwirsah, MM kepada EGINDO.co di Medan menegaskan pupuk menjadi komponen sangat penting dan menentukan produksi pertanian, pupuk sangat menentukan dalam keberhasilan bercocoktanam maka jika petani mempergunakan pupuk palsu sangat merugikan petani itu sendiri.

Menurut Dr. Ir. Alridiwirsah, MM petani dalam pekerjaannya memiliki resiko besar yakni gagal panen. Kerugian diderita petani yang gagal panen sangat besar, semua modal habis dan jerih payah atau tenaga tidak ada yang menggaji.
“Gagal panen hal yang menakutkan bagi semua petani dari semua komoditi pertanian. Gagal panen petani pasti rugi besar. Resiko bertani sangat besar sebab tidak gagal panen saja belum tentu mendapat keuntungan. Petani berhasil panen akan tetapi ketika panen raya harga komoditi pertanian anjlok sehingga modal petani ketika menanam tanaman itu tidak bisa kembali akhirnya petani rugi,” katanya.
Dijelaskannya resiko gagal panen bagi petani sangat banyak, mulai dari kondisi alam yang tidak bersahabat, terjadi kemarau atau kekeringan, terjadi banjir, terjadi gempa bumi, gunung berapi erupsi dan lainnya. Gagal panen juga disebabkan faktor teknis seperti pola tanam yang salah, benih atau bibit yang tidak baik, serangan hama dan penyakit tanaman, penggunaan pupuk yang salah dan menggunakan pupuk palsu.
Apa yang dijelaskan Alridiwirsah diakui Junaidi Tanjung bahwa begitu banyak resiko yang harus dihadapinya dalam bercocok tanam. “Pekerjaan bercocoktaman adalah pekerjaan penuh resiko dan resiko itu harus dihadapi. Kita petani harus sabar dan tabah menghadapi resiko yang ada,” kata Junaidi Tanjung tentang apa yang dihadapinya dalam bercocoktanam.
Namun, baginya bertani adalah panggilan jiwa dan orangtuanya dahulu hidup sebagai petani akan tetapi resiko yang dihadapi petani sekarang semakin banyak bila dibandingkan dengan dahulu oleh orangtuanya. “Dahulu, semasa orangtua saya bertani, alam masih bersahabat. Keadaan cuaca masih stabil, kini cuaca sulit diperkirakan. Tidak jelas masa penghujan dan masa kemarau,” katanya memberikan contoh.
Disamping cuaca kurang bersahabat, hama dan penyakit tanaman semakin banyak dan yang lebih menakutkan lagi beredarnya pupuk palsu. Dahulu katanya jarang didengar adanya pupuk palsu, sekarang banyak.
Diakuinya petani selalu berhati-hati terhadap pupuk yang dibelinya akan tetapi masih saja terbeli pupuk palsu. Peluang beredarnya pupuk palsu besar karena ketersediaan pupuk selalu kurang buat petani sehingga sering terjadi pupuk langka, sulit diperoleh sehingga muncul pupuk palsu.
Disamping itu kurangnya pengawasan peredaran pupuk di lapangan. “Kalau barang sudah langka, pupuk langka maka muncul niat dari para oknum-oknum tertentu untuk mengedarkan pupuk palsu,” kata Junaidi Tanjung.
Pupuk terkadang langka, sulit diperoleh dan harganya mahal. Petani bingung untuk membeli pupuk yang harganya mahal sebab tidak sebanding dengan harga jual hasil pertanian dan akibatnya petani rugi.
Pengamat ekonomi, sosial masyarakat, Dr. Rusli Tan, SH, MM menjawab pertanyaan EGINDO.co di Jakarta mengatakan sistem penyaluran pupuk bersubsidi ber-SNI sudah bagus akan tetapi perlu pengawasan ketat dari para pengawas yang jujur sehingga jumlah pupuk dari produsen sama jumlahnya sampai kepada para petani.

Rusli Tan menegaskan bahwa pengawas harus memastikan prinsip pemberian pupuk bersubsidi yakni 6T itu yakni Tepat jenis, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat tempat, Tepat waktu, dan Tepat mutu harus benar-benar terwujud di lapangan. Bila tidak terwujud maka pengedaran Pupuk Bersubsidi Ber-SNI itu sulit diimplementasikan. “Kata kuncinya pengawas yang jujur sangat dibutuhkan agar pupuk tidak langka sebab ketika pupuk langka peluang besar bagi oknum-oknum tertentu mengedarkan pupuk palsu dengan tujuan untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya,” kata Dr. Rusli Tan menegaskan.
Untuk itu berbagai pihak harus turut serta membantu para petani agar mempergunakan pupuk asli. Dr. Ir. Alridiwirsah, MM mengatakan sudah tepat Badan Standardisasi Nasional (BSN) ikut dalam mengatasi pupuk palsu dengan mewajibkan semua jenis produksi pupuk memakai Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk. “Permasalahan pupuk harus semua pihak terlibat, mulai dari BSN dan Stakeholder yang terkait dengan ketersediaan pupuk asli bagi petani,” katanya menjelaskan.
SNI pupuk untuk para petani menurut Alridiwirsah perlu pengawasan oleh semua pihak dimana dalam suatu kemasan pupuk, tertera komposisi dan tanda SNI. Namun, dalam perjalanannya bisa saja isi dalam kemasan tidak sama atau diganti dengan isi yang berbeda. “Nah, disinilah perlunya pengawasan oleh semua pihak untuk mencegah jangan sampai terjadi hal yang demikian,” kata Alridiwirsah menegaskan.
Faktanya sulit membedakan pupuk asli dan pupuk palsu, harus ada pengujian laboratorium apakah barang tersebut palsu atau asli maka pengawasan menjadi sangat penting. “Pada tingkat petani hanya melihat ciri-ciri fisiknya yaitu tercium dari aroma dan ketahanan pupuk di dalam air. Aroma dari pupuk asli tidak berbau, warnanya cerah dan lebih tahan dalam air. Sebaliknya pupuk palsu akan beraroma lebih bau, warnanya kusam dan lebih berat serta jika di dalam air pupuk akan lebih cepat larut,” kata Alridiwirsah menjelaskan.
Bagi Junaidi Tanjung kehadiran pupuk bersubsidi ber-SNI untuk petani sangat membantu meredakan keresahan akan beredarnya pupuk palsu. “Jujur, saat ini banyak petani senang dengan adanya pupuk bersubsidi ber-SNI yang disebut pupuk bersubsidi pemerintah, barang dalam pengawasan. Kita berharap benar-benar dalam pengawasan yang ketat,” kata Junaidi Tanjung mengharapkan.
Diakuinya banyak pihak telah menjelaskan tentang SNI, dan apa kegunaannya SNI dalam produk pupuk bersubsidi. Dijelaskan bahwa ada tertulis SNI pada kemasan atau karung pupuk menandakan pupuk sesuai harga dan kualitasnya. “Hal ini akan membantu petani terhindar dari pupuk palsu, tetapi harus terus dilakukan pengawasan yang ketat karena bisa saja hanya karungnya, tetapi isinya sudah diganti,” kata Junaidi Tanjung mengingatkan.

Katanya pengawasan sangat penting karena terlalu panjang perjalanan dari pabrik pupuk sampai kepada petani. Pengawasan yang ketat sangat dibutuhkan agar pupuk dari pabrik sampai kepada petani tidak berubah, sesuai merek di karung dengan isinya.
Pendistribusian pupuk urea bersubsidi telah diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
Disamping itu ada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 69/Permentan/SR.310/3/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk bersubsidi. Pemerintah telah mempersiapkan regulasi guna melindungi petani dari adanya pupuk palsu.
Dalam peredaran atau penjualan pupuk pemerintah tidak mengizinkan pupuk yang tidak memenuhi persyaratan mutu SNI. Pemerintah memberlakukan secara wajib pupuk memiliki SNI. Tegasnya penggunaan pupuk ber-SNI menjadi kewajiban.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad dalam siaran pers nomor 2173/BSN/B3-b3/08/2022 pada Selasa 2 Agustus 2022 yang dikutip EGINDO.co menyatakan bahwa sejalan dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian Indonesia, BSN telah menetapkan 29 Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk. “Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib,” kata Kukuh.

SNI pupuk yang diberlakukan wajib adalah SNI 2801:2010 Pupuk urea; SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat; SNI 02-1760-2005 Pupuk amonium sulfat; SNI 02-0086-2005 Pupuk tripel super fosfat; SNI 02-2805-2005 Pupuk kalium klorida; SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36; SNI 02-3776-2005 Pupuk fosfat alam untuk pertanian; SNI 7763:2018 Pupuk organik padat; SNI 8267:2016 Kitosan cair sebagai pupuk organik.
Saat ini katanya jenis pupuk disubsidi pemerintah adalah pupuk urea dan pupuk NPK. Berdasarkan SNI 2801:2010 Pupuk urea, yang dimaksud pupuk urea dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)
Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran. SNI 2801:2010 menetapkan persyaratan pupuk urea yaitu mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran maupun gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran maupun gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%
Sementara berdasarkan SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat, yang dimaksud dengan pupuk NPK padat adalah pupuk anorganik majemuk buatan berbentuk padat yang mengandung unsur hara makro utama nitrogen, fosfor dan kalium serta dapat diperkaya dengan unsur hara mikro lainnya.
SNI 2803:2012 menetapkan persyaratan mutu pupuk NPK padat diantaranya kadar nitrogen total minimal 6%, kadar fosfor total minimal 6%, serta kadar kalium minimal 6%. Sementara jumlah kadar N dalam pupuk NPK padat minimal 30% dan kadar air maksimal 3%. Sedangkan cemaran logam berat merkuri maksimal 10 mg/kg; cadmium 100 mg/kg; dan timbal 500 mg/kg. Untuk kandungan arsen maksimal 100 mg/kg.
Ditegaskan Kukuh S. Achmad, pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk jika tidak memenuhi persyaratan mutu SNI sudah diberlakukan secara wajib. “Penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan persyaratan mutu SNI berpotensi merusak unsur hara dalam tanah dan mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup. Penggunaan pupuk ber-SNI berarti mendukung peningkatan produksi dan mutu produk pertanian Indonesia,” katanya menandaskan.
Junaidi Tanjung dan Syahrir Simamora dalam wawancara dengan EGINDO.co mengakui apa yang dikatakan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad tentang penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan persyaratan mutu SNI sangat didukung, alasannya karena membantu petani agar terhindar dari penggunaan pupuk palsu.
Namun, Syahrir Simamora dan Junaidi Tanjung mengatakan belum cukup hanya ber-SNI saja, butuh pengawasan peredaran pupuk kepada petani dengan serius sebab masih saja ada oknum-oknum yang berani mengedarkan pupuk palsu pada saat petani kekurangan pupuk. Hal yang merugikan petani jumlah pupuk yang beredar kurang dari kebutuhan petani atau pupuk langka dan akhirnya harganya mahal.
Sementara itu Pranata Humas Madya selaku Koordinator Humas Badan Standardisasi Nasional (BSN), Denny Wahyudhi di Jakarta dalam siaran pers nomor 775/BSN/B3-b3/04/2022 yang dikutip EGINDO.co mengakui pentingnya standardisasi pupuk dan pengawasan peredaran pupuk. Diperlukan sistem pengawasan efektif terhadap peredaran pupuk tidak berkualitas, tidak sesuai SNI.
BSN katanya telah menetapkan 27 Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk, diantaranya diberlakukan secara wajib dengan tujuan melindungi konsumen dari pupuk yang tidak berkualitas. Secara umum, BSN telah menerbitkan 14.071 SNI sampai dengan Januari 2022, baik yang masih berlaku maupun abolisi. Dari jumlah tersebut, SNI yang masih berlaku terkait pertanian dan teknologi pangan berjumlah 2.447 SNI.
Pemerintah dan semua pihak (stakeholder) harus serius menangani adanya kelangkaan pupuk dan munculnya pupuk palsu. Langkah kongkrit harus dilakukan untuk menciptakan ketersediaan pupuk yang cukup bagi kebutuhan para petani dalam bercocoktanam dan memastikan pupuk yang digunakan berkualitas baik serta tidak ada pupuk palsu.
Langkah kongkrit itu telah dilakukan pemerintah dengan ikutsertanya Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang merupakan Lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia dengan tugas pokok melaksanakan tugas pemerintah pada bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian di negara Indonesia. Hal itu menjadi penting untuk memastikan ketersediaan pupuk berkualitas bagi para petani dalam memberhasilkan produksi pertanian guna mencapai Indonesia berkedaulatan pangan.
Begitu juga pihak PT. Pupuk Indonesia (Persero) mengatakan, pupuk berkualitas baik harus memiliki kandungan unsur hara sesuai anjuran pemerintah. Disamping itu Pupuk Indonesia memiliki logo resmi dan pada bagian depan karung dengan tulisan Pupuk Bersubsidi Pemerintah, butiran pupuk urea bersubsidi memiliki kandungan nitrogen sebesar 46 persen sesuai dengan anjuran pemerintah, memiliki ciri khusus berwarna merah jambu, pemberlakuan kantong satu merek dengan mencantumkan nomor call center, logo SNI, nomor izin edar pada bagian depan karung dan memiliki Bag Code dari produsennya.
Pupuk SP-36 Super Fosfat Pupuk Indonesia memiliki Merek Pupuk Suprer Fosfat SP-36 dengan logo PT Petrokimia Gresik dan memiliki tulisan “Pupuk Bersubsidi Pemerintah – Barang Dalam Pengawasan”. Pupuk memiliki kandungan P205 (Fosfat) sebesar 36% dan Sulfur sebesar 5%. Dan untuk pupuk Phonska memiliki merek Pupuk NPK Phonska dengan logo PT Pupuk Indonesia (Persero) dan memiliki tulisan “Pupuk Bersubsidi Pemerintah – Barang Dalam Pengawasan”. Pupuk memiliki kandungan N (Nitrogen) sebesar 15%, P205 (Fosfat) sebesar 15%, dan K20 (Kalium) sebesar 15%.
Menurut Kukuh, penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas produk pupuk sesuai dengan harapan petani atau pengguna. Dijelaskannya, ada 2 jenis pupuk yang disubsidi pemerintah yakni pupuk Urea dan pupuk NPK.
Berdasarkan SNI 2801:2010 Pupuk Urea yang dimaksud dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)2. Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran.
SNI 2801:2010 menetapkan persyaratan pupuk Urea yaitu mutu dilihat dari kadar nitrogen baik butiran juga gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran juga gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%.
Sedangkan berdasarkan SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat adalah pupuk anorganik majemuk buatan berbentuk padat yang mengandung unsur hara makro utama nitrogen, fosfor dan kalium serta dapat diperkaya dengan unsur hara mikro lainnya.
SNI 2803:2012 menetapkan persyaratan mutu pupuk NPK padat diantaranya kadar nitrogen total minimal 6%, kadar fosfor total minimal 6% serta kadar kalium minimal 6%. Sementara jumlah kadar N dalam pupuk NPK padat minimal 30% dan kadar air maksimal 3%. Sedangkan cemaran logam berat merkuri maksimal 10 mg/kg; cadmium 100 mg/kg dan timbal 500 mg/kg, untuk kandungan arsen maksimal 100 mg/kg.
Menurut catatan EGINDO.co bahwa pupuk bersubsidi diatur dalam Surat Keputusan Menperindag Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Pebruari 2003, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Dimana pada Pasal 1 peraturan tersebut dijelaskan bahwa pupuk bersubsidi pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengawal dan membenahi sistem pendistribusian pupuk subsidi. Pengawasan dilakukan lewat sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) bagi penerimaan pupuk subsidi dan Kartu Tani diterapkan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan ketepatan sasaran penyaluran dan meminimalisir penyelewengan.
Doktor ekonomi, Rusli Tan menilai mengatasi beredarnya pupuk palsu secara ekonomi tergantung dari komitmen pemerintah hal itu karena produksi pupuk di Indonesia masih dikuasai pemerintah maka pemerintah bisa melakukannya dengan memproduksi pupuk sebanyak-banyaknya atau minimal dua kali dari kebutuhan pupuk yang dibutuhkan petani. Sebenarnya pemerintah memiliki dana lebih dari cukup untuk itu dan tidak sulit karena hanya meningkatkan jumlah produksi pupuk saja.
“Bila pupuk asli banyak beredar di masyarakat maka sulit untuk masuk pupuk palsu. Kondisi sekarang pupuk sering langka, tidak sesuai dengan kuota yang dibutuhkan petani,” kata Rusli Tan.
Secara prinsip ekonomi, bila barang sedikit di masyarakat atau tidak mencukupi kebutuhan maka akan terjadi harga barang mahal dan ketika harga barang mahal maka masuk barang yang palsu. “Jadi solusi yang tepat produksi pupuk asli sebanyak-banyaknya maka pupuk palsu akan hilang dengan sendirinya,” katanya menegaskan.
Apa yang dikatakan Rusli Tan diakui Junaidi Tanjung dan Syahrir Simamora karena fakta yang ada di lapangan, kuota pupuk selalu kurang. Para petani sudah diminta untuk mengisi daftar tentang pupuk yang dibutuhkan sesuai dengan luas lahan pertanian yang dimiliki akan tetapi pupuk yang diterima selalu kurang dengan kebutuhan yang diminta.
Berbeda dengan era Orde Baru kata Junaidi Tanjung, pupuk yang beredar di masyarakat melebihi dari kebutuhan petani. Era Orde Baru pupuk di Koperasi Unit Desa (KUD) sangat banyak dan pupuk selalu berlebih di rumah para petani maka tidak terdengar berita beredarnya pupuk palsu.
Akhirnya ketika EGINDO.co bertanya apa harapan mereka? Junaidi Tanjung dan Syahrir Simamora berharap peraturan yang telah dibuat pemerintah agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah karena mereka sebagai petani harus menggunakan pupuk asli dalam bercocoktanam, bila pupuk palsu maka mengancam hasil panen. Hanya itu.@
***