Medan | EGINDO.co – Pesisir Barat Sumatera Utara, khususnya Siboga, menarik bagi orang luar atau banyak suku dan bangsa seperti India, Arab, Tiongkok, Jawa, Aceh dan banyak lainnya untuk datang. Pesisir Barat Sumatera Utara hingga kini disebut sebagai tempat percampuran dari berbagai suku bangsa. Percampuran berbagai suku dan budaya itu sudah terjadi jauh sebelum Belanda datang ke Indonesia.
Daerah Pesisir Barat Sumatera Utara merupakan daerah yang cukup unik. Pantainya berbatasan langsung dengan bukit-bukit terjal, namun memiliki keindahan alam yang luar biasa. Daerah Pesisir Barat Sumatera Utara menyimpan sejarah panjang dan fakta-fakta menarik terutama tentang masyarakat etnis Pesisir yang mendiami daerah tersebut.
Mengutip yang dilansir dari Wikipedia dan berbagai sumber lainnya yang dihimpun EGINDO.co menyebutkan, etnis Pesisir atau uhang pesisir adalah sebuah kelompok etnis yang tersebar di pesisir barat Sumatera Utara.
Etnis Pesisir merupakan keturunan dari orang Minangkabau yang bermigrasi ke Tapanuli sejak abad ke-14 dan telah bercampur dengan suku lain. Pesisir atau Pasisi bermakna wilayah yang berada di tepi lautan. Penamaan ‘Etnis Pesisir’ untuk kelompok masyarakat yang mendiami pesisir barat Sumatra Utara tidak pernah dikenal hingga akhir abad ke-20.
Istilah tersebut membedakan kelompok masyarakat di pesisir barat Sumatra Utara dengan masyarakat Batak di pedalaman. Berdasarkan ruang geografis etnisitas yang disusun oleh Collet (1925), Cunningham (1958), Reid (1979) dan Sibeth (1991), di pesisir barat Sumatra Utara terdapat kelompok masyarakat yang bukan merupakan bagian dari etnis Batak.
Dalam perkembangannya, Pesisir lebih digunakan untuk mempertegas kepentingan politik masyarakat Sibolga-Tapanuli Tengah, terutama untuk menghindari dominasi orang Batak dari pedalaman kala itu. Pada abad ke-14, banyak masyarakat Minangkabau yang melakukan migrasi ke Tapanuli Tengah. Tujuan mereka ialah untuk menjadikan Barus sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuknya perdagangan di Pulau Sumatra.
Kedatangan mereka ke Barus menyebabkan tersingkirnya para pedagang Tamil yang sudah berdagang di kota itu sejak ratusan tahun sebelumnya. Gelombang berikutnya ialah rombongan yang dipimpin oleh Sultan Ibrahimsyah yang berasal dari Pesisir Selatan.
Rombongan itu kemudian mendirikan Kesultanan Barus yang menjadi salah satu vassal Kerajaan Pagaruyung yang mempunyai pengaruh kuat di pesisir barat Sumatra. Kedatangan orang Minang berlanjut setelah dibentuknya residentie Tapanuli yang beribu kota di Sibolga.
Pemerintah Hindia Belanda banyak mempekerjakan mereka untuk mengisi jabatan guru dan di pemerintahan. Sejak pertengahan abad ke-19, masyarakat dari pedalaman Toba, Angkola, dan Mandailing mulai banyak bermukim di Barus, Sorkam, dan Siboga. Mereka berasimilasi dengan masyarakat Minangkabau dan membentuk kelompok masyarakat Pesisir.
Pada sensus penduduk tahun 2000, masyarakat Pesisir diklasifikasikan sebagai etnis tersendiri yang berbeda dengan Batak. Pada tahun 2008, sebagian besar kelompok masyarakat Pesisir menolak bergabung dengan etnis Batak Toba untuk mendirikan Provinsi Tapanuli.@
Bs/timEGINDO.co