Jakarta | EGINDO.co – Direktur Perundingan ASEAN Kementerian Perdagangan (Kemendag) Antonius Yudi Triantoro menyampaikan perumusan hambatan nontarif atau Non-Tariff Measures (NTM) dalam kerangka perjanjian perdagangan milik Indonesia membutuhkan dukungan dari para pemangku kepentingan, seperti pengusaha dan kementerian terkait dalam kerangka perjanjian perdagangan.
“NTM yang dimiliki Indonesia lebih sempit dibandingkan negara lainnya. NTM harus berdasarkan scientical base. Ke depan, Kemendag memerlukan kerja sama dan dukungan dari berbagai kementerian,” kata Yudi dalam seminar web bertajuk “Bedah Trade In Goods (TIG) dan Rules Of Origin (ROO) Perjanjian RCEP” di Jakarta, Selasa.
Menurut Yudi, NTM dalam kerangka perjanjian The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) masih diperbolehkan dari perspektif ketentuan perdagangan internasional, sepanjang tujuannya adalah legitimasi.
“Kalau kita lihat, badan perdagangan dunia atau World Trade Organisation (WTO) masih memperbolehkan NTM sepanjang untuk melindungi konsumen dan perlindungan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,” ungkap Yudi.
Namun pada kenyataannya dalam merumuskan NTM bukanlah hal yang mudah. Bagi Indonesia, hal tersebut menjadi tantangan dalam perlindungan domestik, misalnya soal kesehatan konsumen. Selain itu, untuk melindungi industri nasional dari lonjakan barang impor.
Namun, di saat bersamaan Indonesia juga harus merumuskan NTM berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.
“Apalagi ke depan kita tidak bisa berlindung lagi di balik tarif rendah,” ujar Yudi.
Untuk itu Kemendag berupaya merumuskan NTM dengan menemukan alasan-alasan yang mengandung legitimasi kuat, sehingga tidak berpotensi diperkarakan di WTO.
“Hal ini perlu dilakukan dengan memerhatikan food regulatory practice. Sehingga jangan sampai kita menghadapi permasalahan di WTO. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dan peran dari pelaku industri, hingga lintas kementerian,” ujar Yudi.@Ant/Sn