Oleh: Fadmin Malau
Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu dan itu diperkuat oleh dasar hukum Indonesia yakni Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang menegaskan tidak ada perbedaan, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk hidup di bumi pertiwi, Indonesia. Tidak ada perbedaan dalam semua sendi kehidupan termasuk dalam sendi kehidupan politik.
Artinya, dalam kancah politik setiap warga negara dijamin oleh undang-undang hak politiknya. Indonesia memiliki banyak etnis, satu diantaranya etnis Tionghoa. Etnis ini ada sekitar 4 persen dari jumlah penduduk Indonesia dan sebelum Indonesia merdeka mereka telah ada. Berbagai referensi menyebutkan leluhur etnis Tionghoa datang ke Indonesia salah satu faktor penyebabnya adalah ekonomi dan politik.
Mereka (baca: etnis Tionghoa) ada yang datang sebagai pedagang, ada yang datang untuk jadi kuli kontrak, ada yang datang sebagai pelarian politik. Terus berkembang dan menyatu dengan rakyat Indonesia dan bahkan sejarah mencatat etnis Tionghoa pernah memberontak terhadap pemerintahan VOC (tahun 1740) di Batavia (Jakarta).
Secara umum etnis Tionghoa di Indonesia memiliki peranan besar dalam perjalanan bangsa Indonesia. Memang peran itu selalu berbeda-beda dari waktu ke waktu, tergantung situasi dan kondisi yang ada. Sebelum Perang Dunia II, orientasi politik etnis Tionghoa menganggap dirinya hanya sebagai penduduk tetapi sementara Hindia Belanda (Hwa Chiao) menganggap etnis Tionghoa sebagai Nederlandsch Onderdaan (Kaula negara Belanda). Setelah pemerintahan Hindia Belanda takluk dan Jepang berkuasa banyak etnis Tionghoa yang ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah penjajah Jepang. Setelah Indonesia merdeka, banyak etnis Tionghoa menjadi warga negara Indonesia.
Sejarah telah mencatat banyak pemimpin etnis Tionghoa turut berpartisipasi dalam kancah politik di negara Republik Indonesia dengan membentuk berbagai macam organisasi politik untuk melindungi kepentingan mereka seperti Chung Hwa Hwee, tahun 1948, berdiri Persatuan Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI), tahun 1954, terbentuk Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki). Badan ini memperjuangkan persamaan hak semua rakyat Indonesia, termasuk etnis Tionghoa.
Jika dicermati sebenarnya peran politik etnis Tionghoa di Indonesia telah dimulai secara nyata ketika Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1926, walaupun warga Tionghoa hanya dapat menjadi pengamat. Lantas, kelompok peranakan Tionghoa mendukung Indonesia merdeka, membentuk Partai Tionghoa Indonesia (PTI) pada 1930.
Ketika Orde Lama berakhir dan Orde Baru berkuasa politik etnis Tionghoa tidak muncul kepermukaan, lebih dominan pada kancah ekonomi di Indonesia. Setelah Orde Baru berakhir, masuk orde Reformasi, Pemilu 1999 membawa fenomena baru perilaku politik etnis Tionghoa. Tahapan sebelum pemilu, terbentuk beberapa partai baru yang secara terbuka menyatakan akan memperjuangkan aspirasi etnis Tionghoa.
Setelah 1999, iklim perpolitikan bagi etnis Tionghoa dalam politik lebih kondusif, berlanjut pada Pemilu 2004 yang mana ketika Pemilu legislatif, setidaknya lebih dari seratus calon legislatif etnis Tionghoa tersebar di beberapa partai politik. Pemilu 2004, partisipasi etnis Tionghoa semakin dinamis dan aktif.
Prediksi Pemilu 2024 mendatang, partisipasi politik etnis Tionghoa akan lebih meningkat lagi berdasarkan hasil Pemilu sebelumnya. Kini generasi muda etnis Tionghoa begitu banyak yang bergairah, percaya diri muncul pada setiap even, berani mengekspos diri ke publik, hampir setiap hari menjadi pemberitaan media. Pilihan tegas telah dibuat dan tindakan yang dilakukan sangat nyata yang mengimplementasikan eksistensi etnis Tionghoa di Indonesia.
Kini, etnis Tionghoa ada pada banyak partai politik dan partai berlomba-lomba “menjual” ke publik untuk dapat meraih suara dari masyarakat etnis Tionghoa. Memang kehadiran etnis Tionghoa masih memilih partai politik yang memiliki multi-etnis. Namun, etnis Tionghoa telah masuk ke dunia politik secara aktif maka etnis Tionghoa telah memberikan kontribusi kepada negara Indonesia dalam sendi politik.
Keberagaman Indonesia, satu untuk semua. Semua untuk satu etnis Tionghoa yang era Orde Baru pernah “tidur panjang” tidak turut serta berpolitik, hanya berfokus pada sendi perekonomian tetapi kini kehadirannya sangat menggembirakan terlihat dari gairah para generasi muda etnis Tionghoa dalam berpolitik.
Memang bila dilihat dari perjalanan sejarah etnis Tionghoa telah membuktikan peran serta mereka dalam perjuangan bangsa Indonesia keluar dari tangan penjajah, lantas pembangunan bangsa Indonesia setelah merdeka dan kini saatnya pada era reformasi memberikan kontribusi langsung dalam bidang politik, sosial dan ekonomi serta budaya bangsa. Kehadiranya perlu diapresiasi, disambut baik dengan satu tujuan dalam keberagaman Indonesia semua komponen bangsa ikut membangun Indonesia pada segala bidang tanpa terkecuali bidang politik.@
***