Oleh: Ir. Fadmin Malau
Petani dijuluki orang mulia. Julukan yang dahulu sangat familier bagi masyarakat Indonesia. Namun, kini mulai sirna entah apa sebabnya. Menjadi petani adalah pekerjaan yang luhur sebab menolong banyak orang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bertani adalah pekerjaan sangat menyenangkan, sangat baik dan dinantikan banyak orang.
Petani dalam pekerjaannya memiliki resiko yang besar yakni gagal panen. Kerugian yang diderita petani yang gagal panen sangat besar, semua modal habis dan jerih payah atau tenaga tidak ada yang membayar atau menggaji.
Gagal panen hal yang menakutkan bagi semua petani dari semua komoditi pertanian. Gagal panen petani pasti rugi besar. Resiko bertani sangat besar sebab tidak gagal panen saja belum tentu mendapat keuntungan. Petani berhasil panen akan tetapi ketika panen raya harga komoditi pertanian anjlok sehingga modal petani ketika menanam tanaman itu tidak bisa kembali akhirnya petani rugi.
Resiko gagal panen bagi petani sangat banyak, mulai dari kondisi alam yang tidak bersahabat dengan pertanian, terjadi kemarau atau kekeringan, terjadi banjir, terjadi gempa bumi, gunung berapi erupsi dan lainnya. Gagal panen juga disebabkan faktor teknis seperti pola tanam yang salah, benih atau bibit yang tidak baik, serangan hama dan penyakit tanaman, penggunaan pupuk yang salah dan pupuk palsu.
Begitu banyaknya resiko yang harus dihadapi petani dalam bercocok tanam menjadikan pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan yang mulia. “Pekerjaan bercocok taman adalah pekerjaan penuh dengan resiko dan resiko itu harus dihadapi. Kita petani harus sabar dan tabah menghadapi resiko yang ada,” kata Junaidi Tanjung, seorang petani di Desa Barambang Kecamatan Sosor Gadong, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara menjawab pertanyaan EGINDO.co tentang apa saja yang dihadapi petani dalam bercocoktanam.

Bagi Junaidi Tanjung bertani merupakan panggilan jiwa dan orangtuanya dahulu hidup sebagai petani. Menurutnya bertani memiliki resiko besar dan banyak. Resiko yang dihadapi petani saat ini semakin banyak bila dibandingkan dengan dahulu.
“Dahulu, semasa orangtua saya bertani, alam masih bersahabat. Keadaan cuaca masih stabil, kini cuaca sulit diperkirakan. Tidak jelas masa penghujan dan masa kemarau,” katanya memberikan contoh.
Disamping cuaca kurang bersahabat, hama dan penyakit tanaman semakin banyak dan yang lebih menakutkan lagi beredarnya pupuk palsu. “Kini banyak resikonya termasuk yang dahulu jarang didengar ada pupuk palsu, sekarang ada,” kata Junaidi Tanjung membandingkan.
Menurutnya, petani perlu berhati-hati, jangan sampai terkecoh dengan pupuk palsu yang resikonya membuat gagalnya hasil panen. Bila gagal hasil panen maka kerugian besar diderita petani.
Sehubungan dengan maraknya peredaran pupuk palsu pada sejumlah daerah di Indonesia para produsen pupuk seperti PT. Pupuk Indonesia (Persero) menghimbau agar petani menggunakan pupuk yang merek dan isinya sudah terdaftar resmi dan bersertifikat Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) serta selalu membeli di kios pupuk resmi agar keaslian dan kualitas pupuk bisa terjamin.
Pihak PT. Pupuk Indonesia (Persero) mengatakan, pupuk yang berkualitas baik harus memiliki kandungan unsur hara sesuai anjuran pemerintah. Disamping itu Pupuk Indonesia memiliki logo resmi dan pada bagian depan karung dengan tulisan Pupuk Bersubsidi Pemerintah, butiran pupuk urea bersubsidi memiliki kandungan nitrogen sebesar 46 persen sesuai dengan anjuran pemerintah, memiliki ciri khusus berwarna merah jambu, pemberlakuan kantong satu merek dengan mencantumkan nomor call center, logo SNI, nomor izin edar pada bagian depan karung dan memiliki Bag Code dari produsennya.
Pupuk SP-36 Super Fosfat Pupuk Indonesia memiliki Merek PUPUK SUPER FOSFAT SP-36 dengan logo PT Petrokimia Gresik dan memiliki tulisan “Pupuk Bersubsidi Pemerintah – Barang Dalam Pengawasan”. Pupuk memiliki kandungan P205 (Fosfat) sebesar 36% dan Sulfur sebesar 5%. Dan untuk pupuk Phonska memiliki merek PUPUK NPK PHONSKA dengan logo PT Pupuk Indonesia (Persero) dan memiliki tulisan “Pupuk Bersubsidi Pemerintah – Barang Dalam Pengawasan”. Pupuk memiliki kandungan N (Nitrogen) sebesar 15%, P205 (Fosfat) sebesar 15%, dan K20 (Kalium) sebesar 15%.
Memang pendistribusian pupuk urea bersubsidi telah diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian. Disamping itu ada juga Peraturan Menteri Pertanian Nomor 69/Permentan/SR.310/3/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk bersubsidi.
Pemerintah telah mempersiapkan regulasi guna melindungi petani karena pemerintah tidak ingin adanya pupuk palsu. Dalam peredaran atau penjualan pupuk pemerintah tidak mengizinkan pupuk yang tidak memenuhi persyaratan mutu SNI. Pemerintah memberlakukan secara wajib pupuk memiliki SNI. Tegasnya penggunaan pupuk ber-SNI menjadi kewajiban.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan wajib SNI untuk 285 buah elemen komersial yang dikonsumsi masyarakat. Hal itu berdasarkan pada Surat Keputusan, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri dan Surat Edaran dari masing-masing regulator terkait.
Regulator terkait Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KemenESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sementara itu untuk Pertanian produk yang bersertifikat SNI adalah: Kapur untuk pertanian, Pupuk organik dari kitosan cair, Pupuk NPK padat, Pupuk SP-36, Pupuk amonium sulfat, Pupuk fosfat alam, Pupuk kalium klorida, Pupuk organik padat, Pupuk tripel superfosfat, Pupuk urea, Sistem pertanian organik dan Syarat mutu zeolite.
Bagi Junaidi Tanjung dan petani lainnya kehadiran pupuk bersubsidi ber-SNI untuk petani sangat membantu meredakan keresahan akan beredarnya pupuk palsu. “Jujur, saat ini banyak petani senang dengan adanya pupuk bersubsidi ber-SNI yang disebut pupuk bersubsidi pemerintah, barang dalam pengawasan. Kita berharap benar-benar dalam pengawasan yang ketat,” kata Junaidi Tanjung mengharapkan.
Diakuinya banyak pihak yang telah menjelaskan tentang SNI, dan apa kegunaannya SNI dalam produk pupuk bersubsidi. Dijelaskan bahwa adanya tertulis SNI pada kemasan atau karung pupuk menandakan pupuk sesuai harga dan kualitasnya. “Hal ini akan membantu petani dari pupuk palsu, tapi harusnya terus dilakukan pengawasan yang ketat karena bisa saja hanya karungnya akan tetapi isinya sudah diganti,” kata Junaidi Tanjung mewanti-wanti.
Diakui Junaidi Tanjung kepada EGINDO.co bahwa pengawasan sangat penting sebab terlalu panjang perjalanan dari pabrik pupuk sampai kepada petani. Pengawasan yang ketat sangat dibutuhkan agar pupuk dari pabrik sampai kepada petani tidak berubah, sesuai merek di karung dengan isinya.
Sementara itu dalam siaran pers nomor 2173/BSN/B3-b3/08/2022 BSN pada Selasa (2/8/2022) yang dikutip EGINDO.co menyebutkan SNI Pupuk mengantisipasi pupuk palsu yang berdampak kepada gagal panen.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad menyatakan bahwa sejalan dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian Indonesia, BSN telah menetapkan 29 Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk. Katanya dalam siaran pers tersebut dari 29 SNI pupuk telah ditetapkan 9 SNI diberlakukan secara wajib.
SNI pupuk yang diberlakukan wajib tersebut adalah SNI 2801:2010 Pupuk Urea; SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat; SNI 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat; SNI 02-0086-2005 Pupuk Tripel Super Fosfat; SNI 02-2805-2005 Pupuk Kalium Klorida; SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36; SNI 02-3776-2005 Pupuk Fosfat Alam untuk Pertanian; SNI 7763:2018 Pupuk Organik Padat; SNI 8267:2016 Kitosan Cair sebagai Pupuk .
Kukuh mengukuhkan bahwa penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas produk pupuk sesuai dengan harapan petani atau pengguna. Dijelaskannya, ada 2 jenis pupuk yang disubsidi pemerintah yakni pupuk Urea dan pupuk NPK.
Berdasarkan SNI 2801:2010 Pupuk Urea yang dimaksud pupuk Urea dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen, berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular) dengan rumus kimia CO(NH2)2. Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran.
SNI 2801:2010 menetapkan persyaratan pupuk Urea yaitu mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran juga gelintiran minimal 46,0%; kadar air, baik butiran juga gelintiran maksimal 0,5%; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2% dan gelintiran maksimal 1,5%. Sedangkan berdasarkan SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat, yang dimaksud dengan pupuk NPK padat adalah pupuk anorganik majemuk buatan berbentuk padat yang mengandung unsur hara makro utama nitrogen, fosfor dan kalium serta dapat diperkaya dengan unsur hara mikro lainnya.
SNI 2803:2012 menetapkan persyaratan mutu pupuk NPK padat diantaranya kadar nitrogen total minimal 6%, kadar fosfor total minimal 6% serta kadar kalium minimal 6%. Sementara jumlah kadar N dalam pupuk NPK padat minimal 30% dan kadar air maksimal 3%. Sedangkan cemaran logam berat merkuri maksimal 10 mg/kg; cadmium 100 mg/kg dan timbal 500 mg/kg, untuk kandungan arsen maksimal 100 mg/kg.
“Pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk jika tidak memenuhi persyaratan mutu SNI yang sudah diberlakukan secara wajib. Penggunaan pupuk tidak sesuai dengan persyaratan mutu SNI berpotensi merusak unsur hara dalam tanah serta tanaman sehingga penggunaan pupuk ber-SNI berarti mendukung peningkatan produksi dan mutu produk pertanian Indonesia,” kata kukuh menegaskan.
Menurut catatan EGINDO.co bahwa pupuk bersubsidi diatur dalam Surat Keputusan Menperindag Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Pebruari 2003, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Dimana pada Pasal 1 peraturan tersebut dijelaskan bahwa pupuk bersubsidi pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah.
Tujuan pemerintah memberikan pupuk bersubsidi kepada para petani agar terwujud ketahanan pangan nasional. Prinsip pemberian pupuk bersubsidi yakni 6T adalah Tepat jenis, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat tempat, Tepat waktu dan Tepat mutu.
Untuk itu dengan prinsip 6T, Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengawal dan membenahi sistem pendistribusian pupuk subsidi. Pengawasan dilakukan lewat sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) bagi penerimaan pupuk subsidi dan Kartu Tani diterapkan Kementerian Pertanian juga untuk meningkatkan ketepatan sasaran penyaluran dan meminimalisir penyelewengan.

Implementasi dari prinsip 6T direkomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mendesain pola penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada para petani. Program e-RDKK dan Kartu Tani langkah kongret Kementan memperbaiki sistem penyaluran pupuk subsidi. Upaya lain dilakukan melalui optimalisasi alokasi pupuk bersubsidi yang tersedia pada tiap-tiap kabupaten dan kota serta mendorong distributor dan kios untuk mengoptimalkan penyaluran pupuk bersubsidi.
Pada peraturan tersebut diatur mengenai produsen pupuk dimana produsen pupuk diwajibkan menyimpan stok hingga kebutuhan dua minggu kedepan untuk mencegah kelangkaan saat terjadi lonjakan permintaan pada musim tanam. Untuk itu Kartu Tani berisi mengenai kuota yang sesuai dengan kebutuhan petani berdasarkan luas lahan yang dimiliki setiap petani.
Junaidi Tanjung mengakui sistem penyaluran pupuk bersubsidi ber-SNI sangat baik akan tetapi pengawasan implementasi masih dibutuhkan karena masih sering terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi ber-SNI. “Kelangkaan itu karena pupuk yang masuk ke daerah tidak sesuai dengan jumlah kuota yang diterima para petani. Ini sudah hal yang biasa terjadi maka perlu pengawasan mengapa pupuk yang masuk tidak sesuai dengan kuota untuk petani,” kata Junaidi Tanjung mempertanyakan.
Menjawab pertanyaan EGINDO.co diakui Junaidi Tanjung tidak mengetahui mengapa pupuk bersubsidi ber-SNI yang masuk sering tidak memenuhi kuota petani.
Sementara itu pada kesempatan terpisah seorang pengamat ekonomi, sosial masyarakat, Dr. Rusli Tan, SH, MM menjawab pertanyaan EGINDO.co menilai sistem penyaluran pupuk bersubsidi ber-SNI sudah bagus akan tetapi perlu pengawasan ketat dari para pengawas yang jujur sehingga jumlah pupuk dari produsen sama jumlahnya sampai kepada para petani.
Kata doktor ekonomi Rusli Tan pengawas harus memastikan prinsip pemberian pupuk bersubsidi yakni 6T itu yakni Tepat jenis, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat tempat, Tepat waktu, dan Tepat mutu harus benar-benar terwujud di lapangan. Bila tidak terwujud maka pengedaran Pupuk Bersubsidi Ber-SNI itu sulit diimplementasikan. “Kata kuncinya pengawas yang jujur sangat dibutuhkan agar pupuk tidak langka sebab ketika pupuk langka peluang besar bagi oknum-oknum tertentu mengedarkan pupuk palsu dengan tujuan untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya,” kata Dr. Rusli Tan menegaskan.@
***