Jakarta | EGINDO.co – Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menyiapkan Advokat menangani Persaingan Usaha. Masalah persaingan usaha di Indonesia kian mengemuka. Penerapan hukum persaingan usaha masih belum maksimal. Padahal, kebijakan persaingan usaha dilakukan untuk menciptakan pasar yang efisien.
Hal itu dikatakan Ketua Harian sekaligus Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), R. Dwiyanto Prihartono, ketika membuka Seminar Nasional Persaingan Usaha “Memahami Seluk Beluk Hukum Persaingan Usaha” yang merupakan program bidang Pendidikan Berlanjutan DPN PERADI mewakili Ketua Umum DPN PERADI Prof Otto Hasibuan, secara hybrid, di Jakarta.
Dikatakannya, untuk itu perlu peran besar advokat dalam menangani persoalan-persoalan yang muncul dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat. Pendidikan berkelanjutan merupakan mandat dari UU 18/2003 Pasal 28.
Menurutnya para advokat penting mengetahui secara mendalam. Soal hukum acara persaingan usaha karena dalam kasus-kasus yang ada jelas menimbulkan kerugian pada masyarakat. Dan itu, jelas harus menjadi concern dari seluruh advokat.
Sementara itu Ketua Panitia Pendidikan Berkelanjutan, Hendronoto Soesabdo mengatakan, pendidikan berkelanjutan adalah keniscayaan untuk meningkatkan kualitas advokat di Indonesia. Walaupun langit runtuh, bumi gonjang-ganjing, kualitas advokat di Indonesia harus terus ditingkatkan.
Seminar dengan moderator V. Harlen Sinaga, tampil sebagai pembicara, Prof Kurnia Toha (Guru Besar Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Dinni Melanie (Anggota KPPU RI), dan Dyah Ayu Paramita (Associate Partner di Hadiputranto & Partners Law Firm).
Prof. Kurnia Toha dalam uraiannya menjabarkan hal-hal penting yang perlu diketahui oleh para advokat. Seorang advokat harus jeli melihat persaingan usaha yang terjadi. Untuk itu perlu memahami hukum persaingan usaha. Salah satunya ada perubahan tempat berperkara persaingan usaha, dari pengadilan negeri ke pengadilan niaga.
Dijelaskannya sejumlah aturan yang ada terkait persaingan usaha, dimana sekarang terkesan melemahkan proses penegakan hukum pada persaingan usaha yang tidak sehat. Saat ini, ada fenomena pengusaha uang dan pengusaha politik. Itulah muncul oligarkhi. Sepanjang tidak melanggar, seperti terjadinya monopoli atau kartel yang tidak masalah.
Sedangkan Dinni Melanie menguraikan tentang PerKPPU terbaru No. 2 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Laporan persaingan usaha yang masuk lebih banyak dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), dibandingkan dari advokat. Ada dua jenis laporan di KPPU yakni, umum dan tuntutan ganti rugi dengan minimal satu alat bukti.
“Peran advokat besar, bila mendampingi pelapor, harus menyiapkan saksi-saksi. Sementara bila advokat di pihak terlapor, maka akan berhenti bila perkara dinyatakan bisa diteruskan,” katanya menegaskan.
Sedangkan Dyah Ayu Paramita menekankan pentingnya para advokat mendalami hukum acara persaingan usaha. Sudah menjadi fakta bahwa di Indonesia banyak terjadi monopoli usaha dalam berbagai bidang. Disinilah para advokat bisa berperan agar terjadi keadilan berusaha kepada semua pihak.
Seminar ditutup oleh Prof Otto Hasibuan dengan berpesan agar para advokat tidak saja mendalami soal persaingan usaha, tapi juga melihat peluang-peluang yang ada. Sebelum mendampingi klien, tentu harus menguasai seluk beluk persaingan usaha, termasuk regulasi yang digunakan. Dengan begitu, maka pendampingan hukum yang dilakukan akan lebih maksimal lagi.@
Bs/fd/timEGINDO.co