Jakarta | EGINDO.co      -Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH dan juga selaku Pemerhati masalah transportasi dan hukum menjelaskan, Perdebatan atau permohonan pelanggar terhadap petugas di lapangan masih sering terjadi berkaitan dengan penyitaan barang bukti terhadap perkara pelanggaran lalu lintas. Secara eksplisit kewenangan untuk melakukan sita barang bukti terhadap perkara pelanggaran lalu lintas, sebenarnya sudah diatur baik dalam Undang – Undang lalu lintas dan Angkutan Jalan dan peraturan pelaksanaannya.
Pada saat petugas Pemeriksa ( Polri dan PPNS ), menyita berupa surat – surat STNK, SIM, buku Kir dan sebagainya, tidak menimbulkan komplain, pada umumnya mereka menerima. “Permasalahan penyitaan barang bukti menjadi problem atau menimbulkan banyak komplain ketika petugas pemeriksa menyita kendaraan bermotor dengan berbagai argumentasi atau alasan yang sifatnya subyektif, antara lain: Perjalanan terganggu karena tidak ada kendaraan lain, terhambat mengantar barang dan sebagainya,”ujarnya.
Dikatakan Budiyanto, sebenarnya alasan tersebut cukup rasional atau bisa diterima, namun yang lebih penting bahwa penegakan hukum akan dapat berkonsekuensi terhadap masalah hukum baru apabila tidak sesuai ketentuan dalam peraturan perundang – Undangan. Kemudian timbul pertanyaan, apa dasar hukumnya, dan kapan petugas pemeriksa melakukan penyitaan kendaraan bermotor, serta kapan barang tersebut dikembalikan kepada yang berhak.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, bahwa dasar hukum terhadap penyitaan kendaraan bermotor:
1.Pasal 260 ayat ( 1 ) huruf a Undang – Undang lalu lintas dan angkutan Jalan, berbunyi :
Dalam hal penindakan dan penyidikan tindak Pidana, penyidik Kepolisian Negara RI selain yang diatur di dalam Kitab Undang – Undang tentang Kepolisian Negara RI , dibidang lalu lintas dan angkutan jalan berwenang: menghentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara kendaraan bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/ atau hasil kejahatan.
2.Pasal 32 ayat ( 6 ) Peraturan Pemerintah No 80 tahun 2012, penyitaan atas kendaraan bermotor sebagai mana dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf f dilakukan jika :
a.Kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan STNK yang syah pada saat dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.
b.Pengemudi tidak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi).
c.Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan laik jalan.
d.Kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana atau
e.Kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
“Kemudian kapan kendaraan bermotor yang disita oleh Petugas dikembalikan ke pelanggar atau orang yang berhak”
Berdasarkan Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), pasal 215 bahwa pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan. “Kemudian berdasarkan Peraturan Mahkama Agung No 12 tahun 2016 pasal 10 ( 2 ) pelanggar mengambil barang bukti kepada Jaksa selaku eksekutor di Kantor Kejaksaan dengan menunjukan bukti pembayaran denda,”ungkapnya.
“Dari uraian tersebut cukup jelas bahwa berdasarkan peraturan perundang – undangan bahwa kendaraan bermotor dapat dilakukan penyitaan terhadap perkara pelanggaran lalu lintas dan mekanisme pengembalian barang bukti terhadap orang yang berhak,”tutup Budiyanto (Pemerhati masalah transportasi dan hukum)
@Sn