Jakarta|EGINDO.co Kasus pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda terhadap seorang sopir taksi daring menjadi sorotan. Menurut pemerhati transportasi dan hukum, Ajun Komisaris Besar Polisi (Purnawirawan) Budiyanto, S.H., S.Sos., M.H., tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Budiyanto menjelaskan bahwa ancaman hukuman bagi pelaku pengeroyokan tergantung pada dampak yang ditimbulkan:
- Luka ringan, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 7 tahun.
- Luka berat, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 9 tahun.
- Korban meninggal dunia, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 12 tahun.
Ia juga menegaskan pentingnya pengemudi kendaraan bermotor untuk selalu mengemudi dengan wajar dan penuh konsentrasi. “Mengemudi dalam kondisi dipengaruhi minuman beralkohol melanggar aturan karena dapat mengganggu kemampuan pengendalian diri dan meningkatkan risiko tindakan berbahaya,” jelas Budiyanto.
Kasus ini diduga terjadi karena para pelaku yang sedang di bawah pengaruh alkohol mudah tersulut emosi setelah merasa tidak terima saat disalip oleh sopir taksi daring. Budiyanto menilai bahwa perilaku seperti ini mencerminkan kurangnya kesadaran hukum dan kedewasaan emosional.
Perlunya Penanganan Serius
Budiyanto mendesak aparat kepolisian untuk menangani kasus ini dengan serius hingga proses hukum mencapai pengadilan. “Proses hukum yang tegas akan memberikan kepastian hukum, keadilan bagi korban, dan efek jera bagi pelaku serta masyarakat secara umum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Budiyanto menyarankan agar pemerintah dan pihak terkait meningkatkan kampanye edukasi tentang bahaya mengemudi dalam pengaruh alkohol, baik dari segi keselamatan maupun konsekuensi hukum.
Pengeroyokan ini menjadi pengingat bahwa perilaku tidak bertanggung jawab di jalan raya tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga orang lain. Penegakan hukum yang konsisten diharapkan dapat mencegah kasus serupa di masa mendatang. (Sadarudin)