Jakarta|EGINDO.co Pengendara sepeda motor masyarakat sipil memberikan pengawalan terhadap Ambulans menjadi fenomena menarik jika kita lihat dari prespektif hukum dan aspek kemanusiaan. Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, kalau kita lihat dari prespektif hukum bahwa kewenangan pengawalan berada pada petugas kepolisian Negara Republik Indonesia, merujuk pada regulasi pasal 14 Undang-Undang ayat ( 1 ) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara RI bertugas: Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
Lanjutnya, dalam proses pengawalan juga ada kegiatan upaya paksa antara lain: menghentikan kendaraan, memerintahkan untuk menepi, mempercepat dan memperlambat kendaraan, bahkan mengalihkan yang dapat berkonsekuensi kepada masalah-masalah hukum.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum AKBP (P) Budiyanto menjelaskan, Upaya paksa sesuai uraian tersebut diatas, hanya dapat dilakukan oleh petugas yang memiliki kewenangan yakni: Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ( pasal 104 UU ayat 1 Nomor 22 Tahun 2009 dan pasal 5 dan pasal 7 UU Nomor 8 /1981 tentang KUHAP. Sehingga apabila dilaksanakan oleh masyarakat sipil ( pengendara sepeda motor ) yang tidak memiliki kewenangan merupakan pelanggaran hukum. Kemudian dari prespektif ketrampilan atau kompetensi pengawalan sudah barang tentu petugas Kepolisian yang sudah memiliki keahlian dibidangnya.
“Karena berbicara pengawalan adalah memberikan nuansa keamanan, kenyamanan dan keselamatan dari titik pemberangkatan sampai dengan tujuan akhir,”tandasnya.
Ungkapnya, Ambulans dalam pasal 134 huruf b UU 22 / 2009 termasuk pengguna jalan yang memperoleh hak utama yang harus mendapatkan pengawalan dari Petugas Kepolisian dengan menggunakan isyarat lampu warna biru atau merah dan bunyi sirene ( pasal 135 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 ). Fenomena Masyarakat sipil ( pengendara sepeda motor ) yang melakukan pengawalan terhadap ambulans kemungkinan karena keadaan memaksa /mendesak dengan pertimbangan aspek kemanusiaan, mungkin tidak tahu harus koordinasi dengan siapa, dan melihat situasi kemacetan di jalan, sehingga terpanggil untuk melakukan pengawalan.
Hanya mungkin menurut Budiyanto, perlu kita sadari dan kita berikan pencerahan bahwa pengawalan akan dapat berisiko kepada masalah keamanan, keselamatan dan, kewenangan, dan hal ini juga dapat berkonsekuensi kepada masalah-masalah hukum dan resiko lainnya. Hal yang mungkin pas untuk dilakukan oleh masyarakat, keluarga yang sedang sakit, pengemudi Ambulans jika akan membawa orang sakit, sebaiknya berkoordinasi atau berkomunikasi dengan pihak Kepolisian untuk minta bantuan pengawalan.
Dengan koordinasi dan minta bantuan pengawalan sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi resiko dalam proses pengawalan. Edukasi perlu diberikan kepada masyarakat berkaitan dengan pengawalan, sehingga masyarakat paham tentang kewenangan pengawalan dari prespektif hukum dan batasan partisipasi dari prespektif kemanusian.
“Hakekat pengawalan adalah menciptakan rasa aman dan nyaman terhadap obyek yang dikawal dari titik pemberangkatan sampai dengan tujuan akhir. Prespektif hukum dan aspek kemanusiaan perlu diselaraskan sebagai langkah mitigasi untuk mengurangi resiko,”tegas Budiyanto.
@Sadarudin