Pengamat: Sopir Bus TransJakarta Tidak Dijadikan Tersangka

Pemerhati masalah transportasi AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH
Pemerhati masalah transportasi AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH

Jakarta | EGINDO.com     -Pemerhati masalah transportasi AKBP (P) Budiyanto SSOS.MH, mengatakan bahwa kejadian kecelakaan antara Bus TransJakarta B 7107 PGA yang dikemudikan berinisial YK dan pejalan
kaki berinisial YH di Jalan Margasatwa dekat SMK Negeri 57 Jakarta selatan , berakibat pada pejalan kaki meninggal dunia. Hasil gelar perkara tgl 14 Desember 2021, menyimpulkan bahwa pengemudi TransJakarta tidak dapat dijadikan tersangka karena tidak terpenuhi unsur dalam pasal 310 ayat ( 4 ) Undang – Undang lalu lintas dan angkutan Jalan.

Pengemudi tidak dapat menghindari korban dan tidak melakukan pengeremen karena jaraknya antara mobil dan korban hanya 4 meter. Pengemudi Bus Transjskarta tidak dapat mengalihkan atau mengarahkan ke kanan atau ke kiri karena jalur TransJakarta dibatasi oleh pemisah phisik dari beton, apabila dilakukan dimungkinkan berpotensi fatalitas kecelakaan yang lebih besar,jelasnya.

Baca Juga :  Viral Pelanggar Marah - Marah, Saat Ditilang Polisi

Dikatakan Budiyanto melalui pesan singkatnya kepada EGINDO.com , Kelalaian dari pada Korban, tidak memanfaatkan fasilitas penyeberangan yang berada tidak jauh dari TKP (Tempat Kejadian Perkara). Sesuai dengan pasal 132 ayat ( 1 ) pejalan kaki wajib :
a.Menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi; atau
b.Menyeberang ditempat yang telah ditentukan. ( 2 ) dalam hal tidak dapat terdapat tempat penyeberangan, sebagai mana dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf b, pejalan kaki wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas.

Unsur kelalaian dari pengemudi TransJakarta tidak terpenuhi dengan alasan fakta hukum, antara lain :
1.Korban saat menyeberang jaraknya terlalu dekat dgn bus transjakata yg sedang berjalan ( krlbh 4 meter ), sehingga sopir tidak sempat antisipasi melakukan pengeremen. Fakta adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakan.
2.Pengemudi tidak dapat mengalihkan atau mengarahkan ke kiri atau ke kanan karena dibatasi oleh beton, apabila dilakukan berpotensi terjadinya fatalitas kecelakaan yang lebih besar.
3.Kelalaian korban tidak memanfaatkan Jembatan penyeberangan yang berada tidak jauh dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) berarti disebabkan oleh perilaku korban sendiri.
4.Sopir dalam kondisi sehat jasmani dan rohani.

Baca Juga :  Wanita Pembunuh Berantai Sianida Thailand Dengan 14 Dakwaan

Untuk mendapatkan kepastian hukum dalam proses penyidikan , dimungkinkan korban dapat dijadikan tersangka dipastikan dengan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan gelar perkara. Dengan demikian karena tersangka meninggal dunia secara yuridis tidak dapat dilakukan penuntutan, sehingga dapat dilakukan SP3  (Surat perintah Penghentian Penyidikan ). Dasar hukum : Pasal 7 ayat ( 1 ) huruf i jo Pasal 109 ( 2 ) : Penyidikan dihentikan demi hukum,ujar Budiyanto.

Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan – alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan Pidana, yaitu antara lain karena ne bis in idem , tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa. Apabila di kemudian hari ditemukan bukti – bukti baru SP3 dapat dibuka kembali,tutup Budiyanto.@Sn

Bagikan :
Scroll to Top